Komisi B DPRD Kota Medan berjanji akan segera mendata seluruh perusahaan di Kota Medan yang masih membayar upah di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Medan yang sudah disepakati akhir 2012 lalu sebesar Rp 1.650.000.
"Kalau data itu sudah ada, maka DPRD Medan melalui Komisi B akan segera memanggil seluruh perusahaan itu untuk dimintai keterangan atas pelanggaran kesepakatan terkait UMK tersebut," kata CP Naiggolan, Anggota DPRD Medan saat menerima perwakilan buruh yang berunjuk rasa di gedung DPRD Medan, Senin (1/4/2013).
Jika perusahaan-perusahaan itu nantinya terbukti memberikan upah di bawah UMK, lanjut CP Naiggolan, pihaknya akan merekomendasikan kepada pemerintah supaya perusahaan tersebut ditindak sesuai hukum yang berlaku.
"Kalau terbukti memberikan upah tidak sesuai UMK, perusahaan-perusahaan itu bisa diberikan saksi pidana. Untuk kita akan turun langsung bersama dinas terkait untuk mendata perusahaan-perusahaan tersebut," ujar CP Nainggolan didampingi Wakil Ketua Komisi B DPRD Medan Ainal Mardiah dan dua anggota Komisi B lainya yakni Juliaman Damanik dan Paulus Sinulingga.
Diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa ratusan buruh mengatasnamakan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia 1992 (SBSI 1992) meminta DPRD Medan agar segera memanggil dan mendesak instansi terkait agar menindak perusahaan-perusahaan yang masih mempekerjakan buruh dengan sistem outsoursing dan memberikan upah di bawah UKM.
Menurut buruh, PT Sumatera Tekstil merupakan salah satu perusahaan yang masih memberikan upah di bawah UMK Medan dan memberlakukan sistem outsoursing. Padahal, sesuai Permenakertrans No 19 tahun 2012 ini, sistem outsourcing ini hanya berlaku pada kegiatan jasa penunjang, seperti cleaning service, catering, security, dan jasa angkutan bagi pekerja.
"Pekerjaan yang dilakukan buruh di Sumatera Tekstil adalah pekerjaan pokok atau pekerjaan utama tetapi buruh disana dipekerjakan dengan sistem outsoucing dan upah yang diberikan paling tinggi Rp 1.200.000," kata Adijon Sitanggang, Ketua DPC SBSI 1992.
Persoalan buruh di Sumatera Tekstil itu, lanjut Adijon, hingga kini tidak tersentuh dan termonitor oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Medan. Tidak adanya pengawasan dari instansi terkait membuat perusahaan outsourcing menjamur dengan subur, seolah-olah menjadi proyek terpelihara.
"Kinerja Dinas Tenaga Kerja Kota Medan selama ini mandul, selama ini mereka hanya menunggu laporan dari buruh, tidak ada pengawasan secara berkala di lapangan. Untuk itu kami minta supaya jajaran Disnaker Kota Medan dievaluasi," ujarnya. [ded]
KOMENTAR ANDA