post image
KOMENTAR
Bagi Partai NasDem di Pemilu 2014 saatnya gerakan untuk restorasi dan perubahan, dalam segala hal serta untuk semua orang.

Demikian kata Ketua Umum DPP Partai Nasdem Surya Paloh beberapa waktu lalu, sebagaimana disampaikan Ir Edward Sihombing, Bappilu DPP Partai NasDem Kordinator Wilayah Sumatera Utara, dalam perbincangan dengan wartawan di Medan, Rabu (27/3).

"Dalam pertemuan antara DPP partai Nasdem beberapa waktu lalu dengan GPSP (Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan), Surya Paloh menyampaikan, bahwa kaum perempuan akan menjadi saksi perubahan di TPS-TPS dalam Pileg 2014. Kaum perempuan akan turut bersama Partai Nasdem untuk melihat melihat secara langsung terjadinya perubahan di dalam semua struktur di negara ini," kata Edward Sihombing seraya menambahkan, pada Pemilu 2014, Partai NasDem akan mengerahkan sedikitnya 1 juta kaum perempuan kader Partai NasDem, untuk menjadi saksi pemilu di TPS-TPS di seluruh Indonesia.


"Jadi bagi Partai NasDem, kaum perempuan bukan sekadar pelengkap untuk memenuhi kuota sebagaimana diamanahkan undang-undang, namun jauh lebih penting dari itu, yaitu sebagai salah satu motor penggerak perubahan dan restorasi yang selama ini dukumandangkan Partai NasDem," sambung Edward seraya menjelaskan, GPSP saat pertemuan itu hadir bersama jajaran pengurus, termasuk GKR Hemas, yang juga istri Sultan Hamengkubowono X, sebagai salah satu pendiri dan pembina.

Edward Sihombing sendiri berada di Sumatera Utara dalam rangka kunjungan ke Tapanuli Utara, untuk bertemu dengan berbagai elemen masyarakat, sesuai arahan Surya Paloh dan Ketua DPW Partai NasDem Sumut Ali Umri SH MKn. Juga sekaligus konsolidasi dan mengikuti beberapa kegiatan partai, termasuk Perayaan Paskah 2014, yang diselenggarakan kader dan pengurus DPD Partai NasDem Taput yang diketuai Fatimah Boru Hutabarat.

Pada kesempatan itu, Ir Edward Sihombing juga menyampaikan keprihatinan Surya Paloh, khususnya terkait keberadaan petani dan nelayan di Indonesia.

"Surya Paloh menyoroti melambung tingginya harga pangan di negara ini. Ia pun merasa heran sebuah negara agraris yang tidak bisa menjaga kestabilan harga pangan untuk masyarakatnya," kata Edward.

"Kita ini negara agraris yang tidak agraris dan tentu ini semua fakta yang telah terjadi," sambung Edward menyampaikan ucapan Surya Paloh.

Edward menyampaikan, Surya Paloh pun mempertanyakan keberadaan pemerintah yang sangat aktif di organisasi-organisasi pangan dunia seperti World Trade Organisation (WTO) dan Agreement on Agriculture (AOA), namun tidak sejalan dengan kemampuan pemerintah untuk memberikan kesejahteraan bagi para petani.

"Pemerintah kita hanya gagah dan aktif menandatangani kesepakatan-kesepakatan sebagai negara anggota WTO. Tetapi banyak penyakitnya, sok gagah tapi memble," tegas Surya Paloh, sebagaimana disampaikan Edward Sihombing.

Tidak hanya itu, kata Edward, Surya Paloh juga mengkritik pemerintah yang tidak bisa memberikan perlindungan kepada para nelayan dan petani. Padahal, di negara lainnya, pemerintah selalu memberikan subsidi kepada para nelayan dan petani agar dapat menghasilkan produk yang terbaik dan diekspor ke luar negeri. Yang tentunya akan menghasilkan keuntungan bagi negaranya.

"Bagi Surya Paloh, ini namanya sok gagah, tapi petani dan nelayan kita sendiri hidup tidak berdaya dan seperti tidak dianggap," kata Edward.

"Selain itu, Surya Paloh juga meminta agar pemerintah 'concern' untuk mengurusi masalah pangan di negara sendiri. Surya Paloh meminta agar pemerintah tidak perlu studi banding ke luar negeri kalau tetap tidak ada hasil konkretnya. Surya Paloh minta agar diurus dulu harga daging, bawang, cabai," katanya.

Padahal menurut Surya Paloh, sambung Edward, seharusnya Indonesia mampu menciptakan swasembada sektor pangan. Indonesia punya posisi strategis dari segi geografis. Kekayaan alam, sumber daya alam yang sangat hebat. Seharusnya petani dapat dilindungi, jangan sebaliknya.

"Surya menyesalkan Indonesia yang tak lagi berdikari sebagai negara maritim dan agraria yang besar. Jadi, kalau masalah beras masih tergantung kepada luar negeri, padahal kita pernah berdikari dalam swasembada beras, berarti, menurut Surya Paloh, ada yang salah dalam pengelolaan," ucap Edward.

Edward sependapat dengan penilaian Ketua Umum DPP Petani NasDem Muspani, bahwa negara terkesan setengah hati dalam memberikan perlindungan terhadap petani.

"Semua terbukti dari ketidakmampuan negara untuk mengendalikan harga komoditas pertanian. Hampir setiap tahun rakyat menjadi korban kenaikan harga komoditas pangan, seperti melonjaknya harga kedelai, bawang dan lain-lain. Pemerintah juga tak berdaya di hadapan para kartel importir pangan,"  kata Edward.

"Kebijakan yang mengatur soal pertanian pangan hampir tidak pernah pro kepada petani. Tidak adanya insentif harga ketika terjadi panen raya, malah melakukan impor besar-besaran dengan alasan menstabilkan harga. Ada apa ini?" tanya Edward.
 [ans]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa