Kudeta itu bukan bahan lelucon. Maka Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Letnan Jenderal TNI Marciano Norman harus mengundurkan diri karena tak bisa menafsirkan data intelijen dengan benar.
Pengamat militer dari Universitas Indonesia (UI), Mardigu Wawiek Prabowo, memastikan tidak ada data intelijen yang dikumpulkan dan diolah di lapangan keliru. Para intel di lapangan selalu memberi informasi yang valid.
Persoalannya, kata Mardigu, ketika data itu sampai ke pimpinan maka pimpinan intel bisa salah membaca data karena pikirannya dipenuhi enemy-centric approach.
Pendekatan yang digunakan dalam membaca data, terpusat pada musuh sehingga keliru membaca secaya obyektif keadaan di lapangan sebagaimana laporan dari bawah.
Inilah kata Mardigu, seperti dilansir Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu Selasa, (26/3/2013), yang terjadi dalam isu kudeta belakangan ini. Faktanya, tidak ada kudeta atau pengambilalihan kekuasaan oleh people power.
Istilah kudeta pun, lanjut Mardigu, sudah salah bila ditujukkan kepada gerakan sekelompok orang yang mau mengambilalih kekusaan. Sebab kudeta gerakan pengambialihan kekuasaan oleh orang dalam pemerintahan, terutama TNI dan Polri.
Meski isu kudeta keluar mulut SBY, yang merupakan end-user data intel, Mardigu tetap menilai kesalahan ada dari pimpinan intelijen.
''Sebab SBY sendiri, tak pernah yakin dengan informasi yang masuk. SBY termasuk pemimpin yang peragu,'' katanya.
SBY, lanjut Mardigu, bukan tipe pemimpin militer Amerika yang mengambil action terlebih dulu sambil mencari pembenaran di tengah jalan.
''SBY juga tidak seperti pemimpin militer Jepang, yang berpikir dan merenung sangat lama dan dalam, namun menghasilkan keputusan yang bisa dipastikan 99 persen tepat, sebab bila salah, ia akan langsung bunuh diri. SBY ini peragu dan tidak mengambil keputusan apa-apa, selain menggunakan informasi yang tersedia saja. Tapi Komisi I harus tetap meminta kerangan SBY soal isu kudeta yang tidak ada ini, dan Kepala BIN harus tetap mundur,''tegasnya. [ans]
KOMENTAR ANDA