Aksi pasukan bersenjata yang menyerang LP di Sleman hingga menewaskan empat tahanan adalah tindakan brutal yang harus dikutuk oleh seluruh elemen rakyat Indonesia.
Masyarakat diimbau tidak mendiamkan penyerbuan brutal itu. Karena bila didiamkan maka esok atau lusa penyerbuan brutal yang dilakukan oleh pasukan bersenjata dan terorganisir tersebut mungkin terjadi terhadap siapapun dan kapanpun.
"Presiden SBY sebagai kepala negara dan pemerintahan harus bertanggung jawab atas tragedi brutal yang dilakukan oleh pasukan bersenjata tersebut," ujar Ketua Umum Relawan Pembela Demokrasi (Repdem) Masinton Pasaribu kepada Rakyat Merdeka Online (Minggu , 24/3).
Kebrutalan pasukan bersenjata itu, katanya menganalisa, terjadi karena ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum di Indonesia saat ini. Sebelumnya pasukan bersenjata menyerbu kantor polisi di OKU, Sumsel, dan kini menyerbu Lapas Sleman, DIY.
Kalau ditarik ke belakang, pada kurun tahun 1997-1998 pasukan elit bersenjata juga pernah bertindak brutal melakukan penculikan terhadap aktivis pro demokrasi, dan hingga sekarang kasusnya tidak jelas, dan keberadaan aktivis yang diculik tidak diketahui sampai saat ini.
"Kasus penculikan 1997-1998 hanya memecat Letjen Prabowo sebagai komandan jenderal Kopassus saat itu dan kasusnya tidak dibawa ke Mahkamah Militer, bahkan sekarang Letjen Prabowo yang dipecat karena kasus penculikan aktivis pro demokrasi 1997-1998 justru leluasa kampanye untuk pencalonan dirinya sebagai Capres 2014 nanti," ujarnya lagi.
Jika Presiden SBY mendiamkan kasus penyerbuan brutal oleh pasukan bersenjata ke Lapas Sleman, dan tidak bergerak cepat mengusutnya, maka sejatinya negara Indonesia kini berada dalam situasi darurat yang kondisinya lebih parah dari jaman rezim militerisme orde baru Soeharto.
"Sekecil apapun benih-benih kebrutalan pasukan bersenjata harus dieliminir, jarum sejarah tidak boleh diputar mundur kembali ke jaman militerisme seperti masa orde baru Soeharto," demikian Masinton. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA