Satelit NOAA 18 yang dioperasikan Singapura mendeteksi kemunculan sebanyak 38 titik panas di Pulau Sumatera yang diindikasi sebagai peristiwa kebakaran hutan atau lahan.
"Kalau dianalisis, kemunculan titik panas tersebut merupakan dampak atau fenomena dari kasus kebakaran hutan atau lahan," kata Analis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru Warih Budi Lestari di Pekanbaru, Senin.
Warih mengatakan bahwa kemunculan "hotspot" terbanyak berada di Riau dengan jumlah yang mencapai 25 titik, yakni sebagian besar berada di wilayah Kabupaten Bengkalis dengan jumlah 15 titik, sementara di Kabupaten Rokan Hilir dan Pelalawan masing-masing terdapat satu titik.
"Cuaca panas selama dua hari terakhir memang banyak mengakibatkan munculnya titik panas dengan titik panas terbanyak di Kabupaten Bengkalis," katanya.
Untuk di Provinsi Riau, demikian Warih, jumlah kemunculan titik panas cenderung meningkat bahkan relatif cukup sognifikan.
Sebelumnya, kata dia, pada hari Sabtu (16/3), di daratan Riau terdeteksi ada sebanyak 17 titik panas, terbanyak di Kabupaten Pelalawan, yakni tujuh titik.
Sementara itu, demikian Warih, untuk wilayah Sumatera di luar kawasan Riau Satelit NOAA18 mencatat ada sebanyak 13 titik panas yang tersebar di berbagai wilayah.
Seperti di Provinsi Aceh, menurut Warih ada sebanyak empat titik, Sumatera Utara sebanyak tujuh titik, dan Provinsi Sumatera Selatan terdeteksi ada sebanyak dua "hotspot".
Namun, jika dikalkulasikan pada satu pekan terakhir, kata Warih, titik panas di daratan Sumatera telah mencapai ratusan titik yang tersebar di hampir seluruh wilayah provinsi.
"Khususnya Riau dan Sumatera Selatan, kemunculan titik panas di dua provinsi ini konsisten selalu banyak," katanya.
BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk tidak melakukan pembakaran lahan untuk kepentingan perluasan lahan perkebunan. [rob]
KOMENTAR ANDA