Korban tewas akibat peristiwa Sabah yang makin memanas menjadi 69 orang. Kini gempuran Malaysia terus dilancarkan ke Sabah. Para pengikut Kesultanan Sulu, Filipina terus dikepung. Dalam pertempuran yang tak imbang itu, belum ada pihak ketiga yang berniat mendamaikan.
Sabtu (9/3), 100 anggota Polisi Di Raja Malaysia (PDRM) “balas dendam.”
Mereka menyisir Desa Semporna, memburu pasukan Sulu yang bersembunyi.
Seperti dilansir Rakyat Merdeka Online, Kepala polisi federal Ismail Omar mengatakan, satu pengikut Sultan Sulu tertembak mati, menjadikan angka korban tewas menjadi 61. Sementara korban tewas dari PDRM baru 8 orang.
Malaysia mengatakan telah menangkap 79 orang di Negara Bagian Sabah, Pulau Kalimantan. Malaysia terus menggelar operasi untuk menumpas anggota Kesultanan Sulu yang ingin menagih hak mereka atas tanah yang telah disewa Malaysia dengan bayaran yang tak sesuai.
Pemerintah Malaysia menyatakan telah membayar sewa tanah kepada Sultan Sulu sebanyak 1.500 dolar AS (atau sekitar Rp14,5 juta) per tahun untuk tanah seluas 7.300 hektare di Sabah hingga saat ini.
Menurut Sultan Sulu Jamalul Kiram III dan para pengikutnya, nilai pembayaran itu sudah tak layak. Karena itu, nilai sewa harus dinaikkan untuk wilayah yang pernah diduduki Inggris sejak tahun 1800 itu.
Namun, tuntutan itu ditolak Malaysia. Negeri jiran ini hanya mau tunduk kepada perundingan dengan pemerintah Filipina. Bahkan, mereka memaksa klan Sultan meninggalkan wilayah yang mereka duduki dengan salakan senjata. Menurut Sultan, sekitar 400 orang-orangnya dan 20 di antaranya bersenjata mendarat di sebuah perkampungan di pantai Sabah sejak 9 Februari 2013. Mereka mengklaim bahwa wilayah tersebut miliknya, sesuai dengan dokumen tahun 1800.
Pemerintahan Filipina, kemarin, secara resmi mengutuk perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan pasukan bersenjata Malaysia kepada warga Filipina di Sabah.
Dalam wawancara radio, wakil juru bicara kepresidenan Filipina Abigail Valte memastikan bahwa Malacanang telah menerima laporan penyiksaan yang dialami warga Filipina asal Tausug yang ada di Sabah. Eksodus warga Filipina terus berlangsung. Mereka melarikan diri ke Tawi-tawi dan Zamboanga.
“Kami mendapat laporan adanya penyiksaan di lapangan. Perlakuan yang diterima warga negara Filipina di sana tidak bisa dimaafkan. Oleh karena itu, Kementerian Luar Negeri Filipina akan menghubungi Malaysia untuk membahas masalah ini,” tegas Valte.
Organisasi yang berbasis di Washington, Human Rights Watch (HRW), menyerukan kepada pemerintah Malaysia untuk memberikan informasi yang akurat dan jelas terkait konflik di Sabah.
Wakil Direktur HRW untuk Asia, Phil Robertson, mengatakan apa yang terjadi saat ini di area konflik masih simpang siur.
Dilansir Inquirer, pihak Malaysia memang sengaja membatasi dan mengawasi berita mengenai konflik Sabah. Sehingga tidak ada kejelasan informasi.
“Kami tahu bahwa pemerintah Malaysia menggunakan Undang-Undang Tindakan Khusus Pelanggaran Keamanan (SOSMA) untuk menahan tentara Sulu. Kami menyerukan kepada pemerintah Malaysia untuk menahan mereka dengan tuduhan tindak kriminal atau melepaskan mereka,” ujar Robertson. Dia juga meminta Pemerintah Malaysia untuk memastikan adanya perlindungan kepada semua warga sipil yang masih berada di sana dan mengizinkan bantuan kemanusiaan untuk diberikan kepada penduduk yang terkena imbasnya.
Sultan Sulu Jamalul Kiram III Kamis (7/3) menyatakan gencatan senjata dari pihaknya setelah Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon mendesak diakhirnya bentrokan dan menghimbau semua pihak berdialog. Tetapi Malaysia menolak usul tersebut. Kuala Lumpur mengatakan mereka hanya akan menerima penyerahan diri total.
Secara geografis, lokasi Sabah sangat dekat dengan Pulau Sulu di Filipina Selatan.
Bisa ditempuh dalam waktu satu jam dengan perahu. Ini pula menyebabkan, sampai hari ini, warga Filipina Selatan, khususnya yang tinggal di Sulu sering pulang pergi ke Sabah.
Bagi mereka yang tinggal di Lahad Datu, sekitar 450 kilometer dari Ibu Kota Sabah, Kinabalu, pulang ke Sulu bisa dilakukan setiap hari. Namun, bagi yang merantau ke Kinabalu, mereka pulang sepekan atau sebulan sekali. [ans]
KOMENTAR ANDA