Sebelum Pilgubsu sudah banyak bermunculan lembaga survei. Beberapa lembaga survei itu merupakan titipan atau pun milik dari salah satu pasangan calon (paslon) Cagubsu.
Salah seorang Akademisi USU, Agus Suriadi MA tidak membantah, bahwa bisa saja hasil sebuah survei adalah hasil titipan kelompok atau pihak tertentu.
"Oleh karena itu, hasil 'quick count' belumlah mencerminkan hasil 'real count', walau pun tren-nya sudah mengarah. Satu hal yang harus disikapi masyarakat adalah pemenang pilkada belum diumumkan. Masih ada kemungkinan–kemungkinan lain yang berkembang dari data 'real' yang masuk," kata dosen pasca-sarjana USU ini, beberapa saat lalu, Minggu (30/3).
"Sekali lagi, 'real count' belum final. Masih ada kejutan–kejutan lain, misalnya angka Gatot makin turun dan Effendi mendekati. Dan kalau margin fakta itu menunjukkan fakta yang signifikan, mungkin saja secara statistik dan matematis bisa menjadi dua putaran. Tapi 'quick count' yang sudah dilakukan paling prediksinya beda dua persen dengan margin yang sudah dipertimbangkan," katanya.
Agus Suriadi menambahkan, dari kondisi sosial masyarakat Sumut sekarang ini, hampir tidak mungkin Gatot Pujo Nugroho menang di daerah Tabagsel.
"Tidak, karena basis Gatot tidak di sana," katanya seraya membenarkan, kalau menurut LSI Gatot unggul di Tabagsel, walau memang tipis, berarti 'quick count' itu patut dipertanyakan.
"Iya (patut dipertanyakan). Makanya kemarin beberapa elemen termasuk dari DPR pusat sudah mengingatkan tentang peran lembaga survei berkaitan dengan hasil 'quick count'. Hasil yang dipaparkan oleh berbagai lembaga survei dengan pendekatan metodologis yang dipakai mungkin sudah benar. Cuma itu bukan gambaran umum. Karena bisa saja ada survei titipan," tandasnya. [ans]
KOMENTAR ANDA