Secara etika, pencalonan Menteri Keuangan itu tidak elegan. Pasalnya, pencalonan tunggal terkesan dipaksakan dengan tidak memberikan DPR calon pilihan lain. Sehingga terasa pencalonan Agus beraroma korupsi Hambalang.
Ketua Fraksi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengaku pada prinsipnya, Partai Gerindra tidak ada masalah dengan sosok Agus Martowardojo yang dicalonkan Presiden SBY sebagai Gubernur Bank Indonesia pengganti Darmin Nasution.
"Kami dengan Agus Martowardojo tidak ada masalah. Lagi pula, Agus kan pernah ditolak oleh DPR tahun 2008 untuk jabatan yang sama," kata Ahmad Muzani seperti dikutip dari Rakyat Merdeka Online, Kamis (7/3).
Rapat Komisi IX dua hari lalu menerima Agus Martowardjojo sebagai satu-satunya calon Gubernur BI.
Komisi XI DPR siap melaksanakan uji kelayakan terhadap Menteri Keuangan pada 25 Maret mendatang.
Fraksi Golkar, PDI Perjuangan, Gerindra, dan Hanura adalah yang sempat meminta tambahan calon Gubernur BI kepada Presiden .
Sementara fraksi yang setuju adalah Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB, sepakat untuk meneruskan pencalonan Agus ke fit and propper test.
Dalam uji kelayakan nanti, lanjut Muzani, Gerindra akan mencecar Agus seputar cadangan devisa yang makin tipis dan harus menjadi proritas BI.
Di samping itu, partai besutan Prabowo Subianto ini juga akan mempertanyakan sejauh apa keterlibatan Agus dalam pencairan dana untuk proyek Hambalang yang bermasalah, dalam posisinya sebagai Menteri Keuangan. Agus pernah diperiksa KPK untuk memberi keterangan seputar kasus itu.
"Harus clear semua," pungkas Muzani.
Agus Dermawan Wintarto Martowardojo, pria kelahiran tahun 1956 itu sebelumnya adalah Direktur Utama Bank Mandiri dan pada 2008 pernah dicalonkan sebagai Gubernur Bank Indonesia, namun ditolak.
Menurut audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bulan Oktober lalu, keterlibatan Agus Martowardojo dalam Hambalang adalah pada hal menyetujui dispensasi waktu pengajuan revisi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA KL) TA 2010 yang diajukan Sekretaris Kemenpora yang melebihi batas waktu sebagaimana diatur dalam PMK 69/PMK.02/2010.
Agus Martowardojo juga menetapkan persetujuan kontrak tahun jamak meskipun mengandung empat kejanggalan.
Pertama, alokasi anggaran, misalnya, belum tersedia dalam APBN. Lalu permohonan tidak diajukan oleh Menpora tetapi hanya ditandatangani Ses Kemenpora.
Selain itu, pendapat teknis Kementerian Pekerjaan Umum tidak ditandatangani Menteri PU, tetapi oleh Direktur Penataan Bangunan dan Lingkungan Kementerian PU.
Terakhir, RKA KL Kemenpora TA 2010 yang menunjukkan pekerjaan dibiayai lebih dari satu tahun anggaran belum ditetapkan. [ans]
KOMENTAR ANDA