Lama tak terdengar, tiba-tiba Abdul Wahab Dalimunthe muncul ke publik. Anggota Komisi II DPR RI ini mengkritik banyaknya lembaga survei yang bermunculan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) di seluruh daerah di Indonesia.
Menurut mantan Ketua DPRD Sumut ini, kehadiran mereka kerap terindikasi lebih bermuatan politis dibanding mengandalkan data realistis.
Hal ini disampaikannya kepada MedanBagus.Com, di sela-sela kunjungan ke kantor KPU Sumatera Utara (Sumut) di Jalan Perintis Kemerdekaan, Rabu (06/03/2013).
"Sudah bisalah kita tebak hasilnya, tergantung siapa yang bayarnya itu," katanya tersenyum.
Kata dia, publikasi hasil survei berbagai lembaga survei sangat rentan mempengaruhi pilihan masyarakat pada Pemilu.
Sebab, tidak sedikit masyarakat menjadi tidak konsisten terhadap pilihannya setelah mengetahui hasil survei itu.
"Seperti periode pas saya jadi cagub, masa jam 11 sudah disebut Syamsul Arifin yang unggul, jadinya semua jadi berpaling," katanya mencontohkan pengaruh lembaga survei pada saat Pilgubsu 2008 lalu.
Menanggapi kondisi ini, Ketua KPU Sumatera Utara, Irham Buana Nasution mengaku mereka sulit untuk membatasi kegiatan lembaga-lembaga survei, meskipun ia sependapat hal itu bisa mempengaruhi pilihan masyarakat.
"Kami memiliki keterbatasan misalnya untuk melarangnya, karena wewenang kami tidak sampai ke situ," kata Irham.
Sebenarnya menurut Irham, undang-undang no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah dan undang-undang 15 tahun 2010.
"Di sana disebutkan lembaga survei baru boleh mengumumkan hasil survei dan quick countnya sekurang-kurangnya 3 hari setelah Pemilu, berarti kalau melakukannya pada hari yang sama berarti melanggar aturan," ujar Irham. [ans]
KOMENTAR ANDA