Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kasubbag Rumah Tangga Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) Neman Sitepu, mengaku dalam memark-up makan dan minum tamu di restoran merupakan kerjasama Kepala Biro Umum, Kabag Rumah Tangga, Bendahara Pengeluaran, Plt Kasubag rumah tangga serta para staf lainnya.
"Soal mark-up dana makan dan minum tamu itu sudah permainan dari Kabiro umum, Kabag rumah tangga, saya selaku Plt Kasubbag rumah tangga dan Suweno sebagai staf," ujar Neman Sitepu sebagai saksi dengan terdakwa Suweno dalam dugaan korupsi di Biro Umum Pemprovsu yang digelar di Pengadilan Tipikor pada pengadilan Negeri Medan, Rabu (6/2).
Dijelaskan Saksi Neman Sitepu yang juga menjadi tersangka dalam kasus yang sama itu, setiap adanya sisa pencairan yang di mark-up masing-masing mendapat fee.
" Jadi setiap ada dana sisa pencairan fee itu dibagi-bagikan. Misalnya ada dana sisa Rp10 juta, jadi Kabiro mendapat Rp3 juta, Kabag Rp2 juta, Bendahara pengeluaran Rp2 juta, saya Rp1 juta dan Suweno (terdakwa) juga Rp1 juta, sisanya Rp1 juta dibagi-bagikan kepada staf saya sebanyak 10 orang, dan itu terjadi berkali-kali," ungkap Neman.
Saat ditanya Penasehat hukum terdakwa apakah ada perintah dari Sekretaris Daerah untuk melakukan hal itu? Neman mengaku hal itu inisiatif sendiri dari Kabiro hingga ke Suweno.
"Apabila ada tamu yang datang kemudian Sekda mengeluarkan surat Untuk memerintahkan agar mengajak para tamu makan dan minum di Rumah makan Garuda atau di Restoran Jimbaran, lalu surat itu diserahkan ke Asiten Umum, kemudian asmum yang menyerahkan ke Kabiro lalu ke Kabag Rumah tangga, lalu ke saya terus ke Bendahara pengeluaran lalu, Suweno yang mengatur ke Rumah makan itu. Jadi "permainan" itu dimulai dari Kabiro kalau di sekda dan di Asmum setahu saya tidak ada," jelasnya.
Jadi kenapa mesti di rumah makan Garuda dan Jimbaran para tamu dibawa? Tanya hakim Suhartanto.
Saksi mengatakan itu semua permintaan dari tamu. Jadi misalkan tamu datang dari Papua, mereka kan tidak tahu dimana tempat makan yang enak? Tanya hakim lagi.
Neman menjawab: "kadang juga pegawai Pemprov yang menawarkan di sana," terangnya.
Saksi juga menjelaskan peran terdakwa yang sudah mahir memark-up dana makan dan minum itu yang langsung terjun ke rumah makan-rumah makan itu. "Suweno (terdakwa) itu anak buah saya yang paling pintar, sekali saja dia diajari dia langsung nangkap. Jadi dia yang terjun langsung. Dia itu anak maen saya pak hakim," ujar terdakwa sambil tertawa.
Pernyataan saksi itu langsung disambut tertawa majelis hakim, Jaksa penuntut umum Polim Siregar, Penasehat Hukum terdakwa serta para pengunjung sidang.
Neman Sitepu juga mengungkapkan apabila biasanya porsi tamu hanya 10 orang tapi nanti di rumah makan itu yang ikut bisa mencapai 40 orang.
"Jadi misalkan tamu 10 orang, jadi yang ikut dari pemrov untuk mewakili beberapa orang ditambah lagi supir-supirnya." jelasnya.
Nah kalau hanya 10 orang bagaimana cara mengatasi yang 40 orang ini? Apa dikurang-kurangi di rumah makan itu? Tanya hakim lagi.
"Ya tidaklah pak hakim, kita buat yang sesuai datanya, tapi ditambah-tambah kan lah pak," bebernya lagi.
Dari Kesepakatan semua atasan yakni Kabiro kita mendapat 10 persen-20 persen dari mark up itu. "Kita sama-sama saling mengerti. Tidak ada menguji-uji data lagi langsung kesepakatan bersama itu pak. Jadi Ketika bon faktur total makanan sekian kita buat sekian. Kita buka aib saja pak, karena kita sama-sama ngerti aja," bebernya kembali.
Majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan 14 Maret 2013. [ans]
KOMENTAR ANDA