post image
KOMENTAR
Poldasu diminta tidak membawa konflik lahan antara PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan masyarakat adat Petani Hutan Kemenyan Pandumaan dan Sipituhuta, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), keranah hukum. Pasalnya, konflik itu masih menunggu jawaban dari Kementerian Kehutanan terkait desakan melalui surat Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012.

"Kementerian Kehutanan RI seharusnya mempercepat mengeluarkan keputusan sesuai surat Bupati Humbahas dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012, agar tanah/wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan Negara. Dan sesuai Keputusan DPRD Humbahas Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Humbahas. Poldasu harus bijak dan bukan menjawab hukum semata apalagi menahan 16 warga Humbahas, karena masih dalam menunggu keputusan Kementerian Kehutanan," tegas Koordinator Tim Advokad Masyarakat Korban PT TPL (Tamak TPL), Mangaliat Simarmata SH saat mendatangi Mapoldasu bersama masyarakat Petani Hutan Kemenyan di Jalan Sisingamangaraja Km 10,5, Medan, Selasa (5/3/2013).

Mangaliat Simarmata SH dan Tamak TPL menyebutkan, ratusan masyarakat Desa Pandumaan dan Desa Sipituhuta, Humbahas serta kelompok elemen mahasiswa yang mengatasnamakan Serikat Bersama (Sekber) Tutup PT TPL mendatangi Poldasu ini dengan tegas meminta 16 warga Desa Pandumaan dan Desa Sipituhuta, Humbahas dibebaskan dari tahanan.

16 warga yang ditahan di Direktorat Tahanan dan Titipan Barang Bukti (Dit Tahti) Poldasu yakni Zaman Lumbanbatu, Tumpal Pandiangan, Mampu Lumbangaol, Bitler Lumbanbatu, Leo Lumbanbatu, Madilaham Lumbangaol, Irianto Lumbangaol, Ranap Lumbangaol, Giot Tariper Lumbangaol, Gaol Lumbangaol, Roy Marbun, Karson Pasaribu, Janter Lumbangaol, Jusman Sinambela, Elister Lumbangaol dan seorang pendeta yakni Pdt Haposan Sinambela.

Menurut Mangaliat, konflik itu memanas pada, Senin (25/02/2013), dimana kondisi ini karena TPL mulai menanam Kayu Putih (Eucalyptus) di wilayah Hutan Kemenyan di Dolok Ginjang, padahal sesuai kesepakatan proses tanam menanam dihentikan dahulu. Warga protes hingga terjadi bentrok dengan massa karyawan TPL.

Parahnya, petugas Brimob yang menjaga perusahaan menangkapi sekitar 31 warga, 16 orang ditetapkan tersangka dan 15 dibebaskan dengan alasan tidak terbukti bersalah.

Diterangkannya, kejadian penangkapan ini berawal, Rabu (20/02/13), ada pertemuan di Hutan Dolok Ginjang, Pandumaan, dihadiri puluhan orang terdiri dari Petani Hutan Kemenyan, TPL, kontraktor, Kapolres dan Camat Pollung. Pertemuan menyepakati, sementara karyawan TPL tidak bisa memasuki kawasan berkonflik, termasuk menebangi kemenyan yang dipandang warga bermasalah.

"Yang disesalkan, Sabtu (23/02/2013), petani hutan kemenyan memergoki karyawan TPL memasuki kawasan berkonflik secara beramai-ramai. Mereka menebangi kemenyan dan segera menanami. Warga yang tidak terima protes, tetapi tidak diindahkan TPL," bebernya.

Lanjut Mangaliat, Minggu (24/02/2013), bentrokan antara massa karyawan TPL dengan warga desa terjadi di hutan kemenyan. Kalah jumlah, warga desa pulang ke perkampungan.

"Senin (25/02/13), pukul 08.00 WIB, sekitar 250 laki-laki pergi ke Tombak di Dolok Ginjang menyusul informasi mengatakan TPL menebang dan menanam serta memupuk kayu putih," cerita Mangaliat.

Katanya, pada hari yang sama sekitar pukul 13.52 WIB, warga Desa Pandumaan membunyikan lonceng gereja.

Berdasarkan kabar dari Tombak bahwa Roy Lumbanbatu, pemuda dari Sipituhuta, ditangkap Brimob. Mobil polisi lewat Marade, sebuah persimpangan jalan menuju lokasi konflik.

Kaum ibu memberhentikan mobil dengan kayu. Namun, mobil Brimob tidak berhenti dan mobil itu hampir menabrak ibu-ibu ini. Tiba-tiba terdengar suara seperti tembakan. Kaum ibu mundur dan dua mobil pun meneruskan perjalanan.

"Parahnya lagi, penangkapan yang dilakukan oknum anggota Brimob, seakan-akan masyarakat yang melakukan kejahatan. Cara penangkapan yang sadis, diseret hingga berujung kekerasan terhadap wanita yang dilakukan oknum Brimob. Seharusnya polisi melihat kronologis kasus tersebut kenapa bisa terjadi bentrok antara warga dan PT TPL. Dengan kasus ini, kita menilai kinerja Polri bukan lagi melayani, mengayomi, melindungi masyarakat dan penegakan hukum, namun ada kuat indikasi keberpihakan kepada pengusaha," tegasnya.

Tampak para anggota keluarga diperkenankan bertemu dengan suami dan anak yang di tahan. Namun desakan untuk pembebasan tahanan tersebut belum dikabulkan. Pasalnya, pihak Poldasu masih melakukan proses yang harus dipenuhi.

Sekadar mengingatkan, konflik dilatarbelakangi keberadaan TPL yang telah mendapatkan konsesi hingga 200.000 hektar. Padahal hutan kemenyan telah turun menurun, sejak 1800, menjadi tumpuan hidup warga.

Berbagai upaya dilakukan masyarakat, mengadukan persoalan ini di daerah sampai pusat. Terakhir, bersama Pansus DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan sudah pemetaan menentukan tapal batas.

Hasil dari pemetaan ini pun sudah disampaikan ke Kementerian Kehutanan melalui Bupati Humbang Hasundutan dengan surat Nomor:522/083/DKLH/2012 tertanggal 25 Juni 2012.

Isinya, agar tanah atau wilayah adat ini dikeluarkan dari konsesi TPL dan kawasan hutan negara dan ini juga sesuai Keputusan DPRD Kabupaten Humbang Hasundutan Nomor 14 Tahun 2012 tentang Rekomendasi Panitia Khusus SK 44/Menhut-II/2005 dan Eksistensi PT Toba Pulp Lestari di Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun, hingga kini, belum ada kejelasan dari Kementerian Kehutanan. [ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum