Gelombang penolakan elemen masyarakat terhadap rencana KPK memeriksa mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam kasus bank Century di Amerika mengalir deras.
"Sebagai anggota Komisi III DPR saya tidak setuju terhada rencana tersebut," tegas Ahmad Basarah, dari Fraksi PDI Perjuangan seperti dikutip dari Rakyat Merdeka Online beberapa saat lalu Selasa, (5/3).
Alasan Basarah, konstitusi telah mengatur prinsip persamaan di hadapan hukum atas tiap-tiap warga negara Indonesia. Karena itu, kata dia, sangat tidak patut serta mencederai amanat Konstitusi dan rasa keadilan masyarakat jika untuk memeriksa Sri Mulyani sebagai saksi dugaan korupsi kasus Century saja KPK yang harus mendatanginya.
Kedua, lanjut Basarah, pengangkatan Sri Mulyani sebagai pejabat teras World Bank di tengah hiruk pikuk dugaan keterlibatannya dalam kasus Century pada waktu itu telah menimbulkan kecurigaan. Publik curiga bahwa pihak asing telah terlibat dan mengintervensi dalam upaya penyelamatan Sri Mulyani dari kemungkinan terjerat sanksi hukum.
"Jika KPK memeriksa Sri Mulyani di AS, hal tersebut dapat diibaratkan sama dengan, KPK sedang berburu kancil di kandang macan," sindir Basarah, yang juga Wasekjen DPP PDI Perjuangan.
Bila KPK tetap memerika mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) itu, Basarah mengingatkan, bukannya KPK akan mendapatkan keterangan yang obyektif, bahkan bisa jadi hasil pemeriksaan KPK itu akan direkayasa, sehingga menguntungkan Sri Mulyani dan kroni-kroninya. Atau bahkan bisa menimbulkan kesan bahwa institusi KPK takut jika harus berhadapan dengan kepentingan asing.
Basarah juga mengingatkan anggaran operasional KPK masih sangat terbatas. Dan tentu saja, dengan penyidik KPK berangkat ke AS, ini akan membuang-buang anggaran dan terjadi pemborosan uang negara.
"Kecuali setelah tiga kali dipanggil Sri Mulyani ke KPK tidak hadir maka barulah masuk akal dan dapat disetujui jika penyidik KPK berangkat ke AS untuk menjemputnya secara paksa sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku," tantang Basarah. [ans]
KOMENTAR ANDA