Dua terdakwa dugaan korupsi dana hibah Pemko Medan tahun 2010 untuk pelaksanaan Pilkada Kota Medan senilai Rp853,26 juta, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) masing-masing selama 3 tahun 6 bulan penjara, pada sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (4/3).
Kedua terdakwa itu yakni, Sabaruddin, Kepala Sekretariat Panwaslu Medan dan Iskandar Dzulkarnain, Bendahara Pengeluaran Sekretariat Panwaslu Kota Medan.
Jaksa juga membebani kedua terdakwa dengan tuntutan denda masing-masing sebesar Rp50 juta subsider tiga bulan penjara dan bayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp689,76 juta secara tanggung renteng. Bila tidak bisa mengembalikan kerugian tersebut, keduanya dikenai hukuman penjara masing-masing selama 1 tahun 9 bulan.
Terkait kerugian negara itu, kedua terdakwa sudah mengembalikannya ke kas daerah Rp25 juta, dan menunjukkan bukti-bukti pembayaran senilai Rp100 juta lebih. Sehingga sisa kerugian negara yang harus dibayar kedua terdakwa sebesar Rp689,76
juta.
Kedua terdakwa diyakini terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan negara.
Dalam tuntutannya yang dibacakan dihadapan majelis hakim diketuai Jonny Sitohang, JPU Maya dari Kejari Medan menyebutkan, kedua terdakwa tidak bisa mempertanggungjawabkan dan menunjukkan bukti-bukti pembayaran sewa roda empat selama 11 bulan, dan biaya pemeliharaan kendaraan lainnya.
Dana itu merupakan bagian dari anggaran untuk kegiatan Panwaslu Kota Medan tahun 2010 senilai Rp7,42 miliar.
Namun, kedua terdakwa dalam melaksanakan pengelolaan anggaran Panwaslu Kota Medan sebesar Rp5,953 miliar tidak mempedomani ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, sehingga ditemukan anggaran yang dipergunakan tidak sesuai peruntukannya.
Menurut jaksa, dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu yakni belanja barang dan jasa kepada UD Tunas Harapan.
Secara fisik barang dan jasa itu tidak pernah diserahkan UD Tunas Harapan ke Panwaslu Kota Medan antara lain biaya sewa kendaraan roda empat Rp6,5 juta per bulan untuk kendaraan Panwaslu Kota Medan selama 11 bulan dengan jumlah pembayaran Rp292,5 juta.
Perjanjian kontrak itu tidak pernah dilaksanakan atau fiktif, sebab UD Tunas Harapan tidak memiliki kendaraan roda empat.
Adapula pengadaan perlengkapan peralatan, meliputi pengadaan keperluan kantor maupun pelantikan dan pembekalan Panwaslu Kecamatan, cetak kartu kendali, sewa meubelair, pengadaan perlengkapan rapat dari UD
Tunas Harapan dengan jumlah pembayaran Rp338,28 juta.
Untuk biaya kegiatan itu pemilik UD Tunas Harapan hanya diminta menandatangani kontrak pengadaan barang dan jasa, sehingga pengadaannya fiktif.
Pengeluaran dana yang tidak dilengkapi dengan bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah itu, menurut jaksa, yakni biaya pemeliharaan kendaraan roda dua sebesar Rp2,7 juta dan roda empat sebesar Rp21,5 juta.
Biaya bantuan komunikasi Rp17,6 juta, biaya perjalanan dinas dalam rangka konsultasi Panwaslu Kota Medan ke kecamatan dan kelurahan Rp138,5 juta.
Biaya sewa kendaraan roda dua selama sembilan bulan Rp9 juta, biaya BBM kendaraan roda dua Rp3,56 juta dan biaya BBM kendaraan roda empat Rp31,61 juta.
Terkait tuntutan itu, kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan akan menyampaikan pembelaan (pledoi) pada sidang berikutnya. [ans]
KOMENTAR ANDA