post image
KOMENTAR
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sumatera Utara, mensinyalir perbedaan besaran bantuan keuangan daerah tahun 2013 untuk memuluskan Incumbent, Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho di Pilgubsu 7 Maret nanti.

"Kepala daerah yang mendukung Incumbent akan mendapatkan dana perimbangan yang cukup besar dan kepala daerah yang tidak mendukung maka akan dikurangi," kata Direktur Eksekutif FITRA Sumut, Rurita Ningrum, dalam keterangannya, Senin (4/3/2013).

Rurita bilang, tidak adanya batasan yang mengatur tentang besaran naik urun bantuan keuangan kepada daerah bisa dimanfaatkan calon incumbent untuk memuluskan langkahnya di pemilihan kepala daerah.

Padahal sejatinya, alokasi belanja bantuan keuangan Kabupaten/Kota diatur oleh Permendagri No 32 yang intinya adalah untuk mengatasi kesenjangan fiscal.

"Beberapa daerah yang menerima kenaikan dana tersebut secara signifikan patut diduga ada kaitannya dengan Pemilukada 2013," ujar Rurita.

Dari data yang dilansir FITRA diketahui, ada 10 kabupaten/kota di Sumatera Utara yang menerima dana bantuan keuangan daerah pada tahun 2013, mengalami kenaikan hingga 3 kali lipat dari tahun sebelumnya.

Tiga tertinggi adalah Kabupaten Karo, yang menerima dana alokasi keuangan Rp 76, 3 miliar atau naik sekitar 382 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp 20 miliar.

Disusul Kabupaten Asahan dimana tahun lalu menerima Rp 143, 8 miliar namun tahun ini naik menjadi Rp 425,6 miliar (naik 296%).

Sementara Kabupaten Batubara berada di urutan ketiga dengan lonjakan kenaikan hingga 272 persen. (data lengkapnya lihat tabel).



"Patut diduga daerah yang bupatinya mendukung Incumbent mendapat kenaikan alokasi belanja bantuan yang luar biasa sementara bupati yang menjadi penantang seperti Deliserdang justru turun," ujar Rurita lagi.

Kabupaten Deliserdang sendiri pada tahun 2013 hanya menerima Dana Bantuan Keuangan Daerah sebesar Rp 14,4 miliar turun 77 persen dari tahun sebelumnya yang berjumlah Rp 61,7 miliar. Bahkan bantuan tahun 2013 ini jauh lebih kecil dari tahun 2011 yang jumlahnya Rp 26,3 persen.

"Patut diduga hal tersebut terkait dengan perdagangan pengaruh untuk perluasan dukungan terhadap Gubernur dalam Pemilukada," ungkap Rurita.

Ruri juga menambahkan, perdagangan pengaruh dalam konvensi PBB tentang anti korupsi dapat digolongkan sebagai tindak pidana korupsi. Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi ini melalui UU Nomor 7 Tahun 2006 pada 19 September 2006.

"Atas temuan data tersebut, FITRA SUMUT meminta penegak hukum agar dapat memulai penyidikan," sambungnya.

Apalagi, Rurita bilang, pada kasus yang sama di Jawa Barat sedang diusut perdagangan pengaruh Ahmad Heryawan (Aher) selaku Gubernur dalam mempengaruhi kredit yang mengucur ke simpatisan PKS tanpa melalui prosedur yang benar, kasus BJB sekarang dalam pengawasan BI dan BPK,

"Semoga kerja penegak hukum di Sumatera Utara dapat mengungkap indikasi perdagangan pengaruh ini, jangan sampai ada lagi pemimpin-pemimpin daerah di Sumatera Utara yang terlibat kasus korupsi baik secara langsung ataupun melalui pengaruh politiknya," pungkasnya. [ded]


PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa