Pemilihan Gubernur Sumatera Utara yang akan dilaksanakan 7 Maret 2013 mendatang, diprediksi akan berlangsung dua putaran. Hal ini karena ketatnya persaingan antar pasangan hingga belum ada yang mampu meraih persentase potensi kemenangan di atas 30 %.
Tetapi jika beberapa hari ke depan ada gebrakan dahsyat dari kandidat, bukan tidak mungkin ada yang mampu menang dalam satu putaran.
Demikian hasil penelitian Lembaga Kajian Intensif Media Massa (IMMR) dalam siaran pers yang diterima MedanBagus.Com hari ini, Jumat (1/2/2013).
"Kami memantau setiap hari sejak Nopember 2012, fluktuasi potensi para kandidat sangat dinamis tiap harinya," ujar Koordinator IMMR, Safari ANS MSi didampingi Rudianto MSi.
Menurut Safari, dari hasil riset yang dilakukan secara intensif setiap hari sejak 25 November 2012, belum ada kandidat yang meraih potensi melewati angka 30 %.
Untuk posisi 28 Februari 2013, posisi teratas diduduki pasangan Effendi Simbolon-Jumiran Abdi dengan potensi 29%, Amri-RE Nainggolan 22%, Chairuman Harahap-Fadly Nurzal 20%, Gus Irawan-Soekirman dan Gatot Pujonugroho-Tengku Erry Nurady sama-sama 15%. Namun posisi ini masih mungkin mengalami perubahan.
Riset ini mencatat, dalam kurun waktu dua minggu terakhir terjadi fluktuasi potensi kekuatan masing-masing pasangan setiap harinya, terutama pasca Pilkada Jawa Barat dan uji publik Cagubsu yang disiarkan langsung sebuah stasiun televisi swasta nasional.
"Tiga hari lalu pasca siaran langsung uji publik di televisi, posisi teratas sempat diisi pasangan GanTeng disusul ESJA dan GusMan. Hari ini berubah drastis, diduga akibat pemberitaan meluas tentang kegagalan Gatot dilantik menjadi Gubernur Sumut defenitif kemarin,” tambah Safari.
Menurut Safari, pada awal riset dilakukan yaitu 25 Nopember 2012, potensi kandidat terkuat adalah Amri Tambunan-RE Nainggolan dengan 52%, disusul Gatot Pujonugroho-Tengku Erry Nuradi 24%, Effendi Simbolon-Jumiran Abdi 17%, Gus Irawan Pasaribu-Soekirman 7% dan Chairuman Harahap-Fadly Nurzal 0,1%. Posisi ini terus berubah sejalan komunikasi politik yang dilakukan kandidat.
"Memasuki masa kampanye, pasca siaran langsung uji publik di televisi dan efek pilkada Jawa Barat, pergerakan potensi kandidat menjadi sangat dinamis dan akan terus berlangsung hingga hari pencoblosan," ujarnya.
Sementara itu menurut Rudianto, riset ini dilakukan dengan menggunakan metode kajian intensif media massa sejak 25 November 2012 lalu. Riset dilakukan setiap hari dengan instrumen khusus untuk mengukur realitas media massa yang mirip dengan realitas opini publik.
Meski metode ini belum banyak dipakai lembaga riset lain dalam memprediksi pemilihan umum, namun beberapa pemilihan umum seperti Pilkada di DKI Jakarta, Jawa Barat, Sulawesi Selatan termasuk pemilihan Presiden Amerika Serikat beberapa waktu lalu, berhasil diprediksi dengan presisi di atas 95 % dan tingkat kesalahan atau margin of error 0,5-2 % saja.
"Metode ini kami kembangkan untuk mengukur opini publik melalui realita di media massa setiap hari dengan tingkat presisi yang dapat diandalkan," tandasnya. [ded]
KOMENTAR ANDA