Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menyesalkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan serta tindakan-tindakan PT. TPL yang tidak menghargai dan menghormati hak-hak masyarakat adat Pandumaan dan Sipituhuta.
"Perlakuan aparat sangat brutal, warga menjadi trauma, bukan hanya menangkapi, tapi warga juga ada yang kemalingan sewaktu aparat menyisir rumah warga," kata Ketua BPH AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) Wilayah Tano Batak, Roganda Simanjuntak kepada MedanBagus.Com, saat dihubungi melalui telepon, Selasa (26/2/2013) malam.
Roganda menginformasikan beberapa warga yang memiliki kedai di rumahnya mengaku kehilangan rokok. Bahkan ada juga yang kehilangan perhiasan emas.
"Kami mencatat, James Sinambela mengaku kehilangan emas saat polisi melakukan penangkapan di rumahnya, makanya kami mengutuk dan mengecam sikap aparat," ungkap Roganda.
Sebelumnya, tim Advokasi Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM), Tongam Panggabean, mengatakan konflik di Humbahas dipicu oleh penebangan pohon kemenyan milik warga oleh PT TPL.
Ia bilang, PT TPL sudah memiliki Rencana Kerja Tahunan Tahun 2013. Selanjutnya atas dasar tersebut pihak PT TPL melakukan penebangan terhadap pohon Kemenyan seluas 3.000 Ha yang juga diklaim sebagai tanah petani Pamdaan Sipitu Huta.TPL perlu menebang pohon milik warga itu untuk segera diganti dengan tanaman Pohon Eucalyptus.
"Itu yang membuat bentrok dan konflik, dan 25 Februari 2013 pihak Polres Humbahas menangkap dan menahan 16 orang masyarakat dan pada tanggal 26 Februari 2013 sebanyak 6 orang masyarakat ditangkap dan ditahan. Kejadian ini sering diakibatkan karena rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh petani," sebut Tongam.
Dalam hal ini, masyarakat yang dirugikan justru harus ditangkap dan ditahan tanpa sebab. Kami menilai polisi selalu menjadi centeng bagi pihak perusahaan.
"Justru itu kami meminta agar pihak kepolisian Polres Humbahas melepaskan masyarakat dan meminta polisi harus adil dan jangan berpihak kepada pengusaha," pungkasnya. [rob]
KOMENTAR ANDA