post image
KOMENTAR
Calon Gubernur Amri Tambunan, merupakan sosok yang paling jarang terlihat dalam berbagai momen acara yang menghadirkan pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara.

Cagub yang diusung Partai Demokrat itu selalu diwakili oleh pasangannya, RE Nainggolan menghadapi proses Pilgubsu 2013.

Ketidakhadiran Amri Tambunan dalam uji penajaman visi misi Cagub/Cawagub yang digagas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumut, Senin (25/2/2012) malam, merupakan yang kesekian kalinya.

Pekan lalu, Amri Tambunan juga membiarkan RE Nainggolan menjawab sendiri pertanyaan 6 profesor dan rektor kenamaan di Sumut, yang didaulat menjadi panelis dalam acara yang digagas Harian Waspada di Hotel Tiara Medan.

Bahkan ketika pencabutan nomor urut pasangan Cagub dan Cawagubsu, yang merupakan rangkaian paling "sakral" dalam proses Pemilihan Gubernur, Amri Tambunan juga terkesan mengabaikannya.


Kedua pasangan itu baru terlihat tampil bersama saat penyampaian visi misi  di ruang Paripurna DPRD Sumut, yang menandai dimulainya kampanye terbuka yang ditetapkan KPU.

Kecenderungan RE lebih sering tampil di hadapan publik, di bandingkan Amri menimbulkan asumsi beragam dari publik. Ada apa dengan Amri Tambunan?

Dalam sebuah kesempatan, jauh sebelum hiruk pikuk Pilgubsu, saya pernah berbincang dengan Amri Tambunan di kediaman rumah dinas Bupati Deliserdang.
Dari perbincangan itu, secara terbuka, Amri mengaku kunci kesuksesan seorang pemimpin bisa dilihat dari cara kepala daerah membangun komunikasi dengan masyarakatnya.

Komunikasi dimaksud, bisa dilakukan secara langsung dengan menemui masyarakat atau menyampaikan informasi dan kinerjanya melalui pemberitaan di media massa.

Setidaknya, pengalaman Amri Tambunan sebagai Kepala Biro Humas Provsu (1997-1999) dan Kepala Badan Informasi dan Komunikasi Provsu (2002-2004), menguatkan argumentasinya itu.

Jika demikian, lantas mengapa Amri Tambunan seolah "bersembunyi" dari sorotan publik? Bukankah iven bertajuk dialog publik adalah peluang bagi Cagub dan cawagub untuk membangun komunikasi kepada maysrakat, di luar konstituennya?

Pesan yang disampaikan dari dialog publik juga menjadi indikator pasangan cagub-cawagub itu dalam memimpin nantinya. Semakin sering muncul bersama juga menjadi uji publik, apakah pasangan itu bisa kompak atau tidak saat memimpin.

Kalau alasan ketidakhadiran Amri Tambunan adalah bagian dari strategi tim, seperti yang sering disampaikan RE Nainggolan, tentu tak bisa menjadi acuan untuk menjawab kealpaannya tampil di publik.

Sebab, bukan hanya Amri-RE saja yang disibukkan dengan kampanye, empat pasangan lain juga memiliki jadwal yang ketat. Akan tetapi, toh, keempat Cagub/cawagub itu selalu bisa tampil berduaan.

Jika ada yang menilai pasangan Amri-RE tidak serius dalam proses Pilgubsu ini, tentu persepsi publik itu tak bisa disalahkan. Bahkan, ada asumsi masyarakat yang lebih ekstrim lagi: pasangan Amri-RE disebut-sebut akan menyerahkan suara dukungannya kepada calon gubernur lain.

Kalau argumentasi terakhir ini yang menjadi dasar keengganan Amri Tambunan muncul di publik, tentu saja akan menciderai semangat fair play kompetisi di Pilgubsu sekaligus catatan buruk sistem berdemokrasi di Sumatera Utara. Bahkan menurut saya, derajatnya lebih rendah dari black campaigne sekalipun.

Namun, apakah asumsi-asumsi publik tersebut hanya sebatas asumsi ataukah justru berbuah kenyataan? Jawabannya dapat sama-sama diketahui nanti, Kamis, 7 Maret 2013.  

Menghilangnya Karakter Kebangsaan pada Generasi Z

Sebelumnya

Hilangnya Jati Diri Seorang Siswa

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Opini