Pertumbuhan ekonomi Indonesia naik 6,3 persen. Namun, kenaikan itu tidak sebanding karena anggaran kemiskinan setiap tahun meningkat, tetapi jumlah orang miskin tidak turun signifikan.
Direktur Institute Development Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, anggaran kemiskinan Indonesia 2011 sebesar Rp 93,8 triliun dengan penduduk orang miskin 29,89 juta. Dengan anggaran tersebut, angka kemiskinan hanya turun 3,67 persen.
Adapun di 2012, anggaran kemiskinan Rp 99,2 triliun dengan jumlah orang miskin 28,59 juta dan penurunan angka kemiskinan 4,35 persen. Sedangkan anggaran kemiskinan untuk 2013 sebesar Rp 106,8 triliun.
"Walaupun anggaran kemiskinan setiap tahun naik, tapi efektivitas program pengentasan kemiskinan turunnya tidak signifikan," ujar Enny di Jakarta. Menurut dia, dari 2007-2012, pemerintah sudah mengeluarkan anggaran Rp 468,2 triliun dengan rata-rata penduduk miskin sebesar 8,61 juta.
Selain itu, Enny mengatakan, APBN 2013 tidak ada bedanya dengan APBN 2012. Masih terdapat beberapa masalah walaupun volume APBN 2013 mencapai Rp 1.683 triliun.
"Postur APBN 2013 tetap didominasi oleh kepentingan birokrasi dan tersandera oleh beban subsidi serta utang," ucapnya.
Enny menilai, APBN yang disusun pemerintah tidak efisien. Sebab, seperempat anggaran dalam APBN digunakan untuk membayar bunga utang, seperempatnya lagi untuk bayar subsidi BBM dan sebagian lagi membayar gaji pegawai.
Dia menyebutkan, dalam lima tahun terakhir, rata-rata pendapatan negara hanya meningkat 10,92 persen, sementara belanja negara naik 14,55 persen.
"Ironisnya, kebijakan defisit anggaran tidak untuk meningkatkan peran stimulus fiskal, tapi habis untuk membiayai birokrasi. Rata-rata belanja pemerintah pusat tumbuh 15 persen tapi belanja pegawai justru tumbuh 19 persen," jelas Enny.
Menurut Enny, APBN tersandera oleh subsidi BBM yang membengkak dan utang yang tidak efisien. Dia juga menyayangkan minimnya diversifikasi energi yang membuat Indonesia ketergantungan BBM. Padahal, tanah air kaya akan sumber energi lain seperti gas dan batubara yang justru dijual murah ke luar negeri.
Ekonom senior Indef Didik J Rachbini mengatakan, APBN merupakan pilar ekonomi bangsa. Namun, pilar ini bersama-sama oleh pemerintah dan DPR dirusak struktur serta postur anggaran. Padahal, anggaran di dalam APBN sebagian besar bersumber dari masyarakat.
Dengan struktur yang sekarang, menurut Didik, muncul warisan yang buruk bagi pemerintah dan parlemen yang akan datang. Secara khusus, dia menyoroti, tingginya angka subsidi yang mencapai Rp 314 triliun.
"Kebijakan subsidi ini paling lucu dan naif di muka bumi ini," sindir Didik.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menambahkan, kinerja makro ekonomi Indonesia 2012 rapuh. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi tidak tertransmisikan pada perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat secara nyata.
"Masih tingginya angka pengangguran dan kemiskinan serta melebarnya ketimpangan, disebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kurang berkualitas," sentil Heri.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi masih bertumpu pada sektor-sektor yang kedap terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini menyebabkan minimnya jumlah pengangguran yang terserap.
Pemerintah pesimis target kemiskinan 2013 sebesar 9,5-10,5 persen dapat terwujud karena kondisi ekonomi global yang belum kunjung membaik.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Armida Alisjahbana mengatakan, target kemiskinan 10,5 persen dapat terwujud asalkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sesuai target.
Pemerintah juga mengakui target yang harus dicapai untuk mengurangi kemiskinan tahun ini cukup tinggi. Padahal, upaya penurunan angka kemiskinan tidak bisa jauh dari upaya pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi tetap tinggi, seperti yang telah dicapai saat ini. [Harian Rakyat Merdeka]
KOMENTAR ANDA