MBC. Penyitaan yang dilakukan oleh penegak hukum atas aset-aset yang diduga bersumber dari sebuah tindak pidana pencucian uang (TPPU) haruslah logis. Di sisi lain seorang terdakwa pun dalam persidangan bisa melakukan pembuktian terbalik bahwa aset-asetnya yang disita bukanlah bersumber dari TPPU.
Pernyataan ini disampaikan Pakar Hukum Pidana Pencucian Uang (Money Loundring) dari Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menyikapi aksi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyita sejumlah rumah milik Kakorlantas Polri Irjen Pol Djoko Susilo dalam kasus korupsi simulator SIM. Dalam kasus itu KPK juga mengenakan pasal TPPU terhadap Djoko Susilo.
"KPK memang harus logis dalam menyita suatu aset, apakah aset tersebut berkaitan dengan waktu maupun besaran uang yang diduga menjadi bagian dari TPPU," tutur Yenti.
Namun demikian, Yenti juga menegaskan bahwa seorang terdakwa juga akan berkesempatan membuktikan perintah hakim di persidangan melalui pembuktian terbalik bahwa aset-asetnya yang disita bukanlah bersumber dari TPPU.
"Dengan demikian fakta persidangan akan menjelaskan apakah aset-aset itu memang bagian dari TPPU atau sebaliknya bukan," ujarnya.
Sementara praktisi hukum Malik Bawazier menilai akuntabilitas penyidikan kasus Simulator SIM harus mampu secara tepat, proporsional dan jelas dalam pembuktian predikat crime.
"Salah satu unsur terpenting dalam suatu proses penyidikan dari suatu dugaan pidana, apalagi penyidikan atas suatu dugaan tindak pidana extraordinary crime yaitu dugaan tindak pidana korupsi adalah akuntabilitas dari penyidikan itu sendiri," kata Malik.
Dalam kasus Djoko, kata Malik, penyidik KPK demi menjaga akuntabilitas penyidikannya harus mengacu pada pembuktian atas core utama atau predikat crimenya dulu. Hal itu menurutnya adalah mutlak. Setelah predikat crime-nya terbukti barulah menerapkan UU TPPU.
Atas dasar itu pula ia menilai penyitaan sejumlah rumah milik Djoko Susilo adalah sesuatu yang janggal.
Menurutnya KPK seyogyanya mampu menjelaskan mengenai dasar-dasar penyitaan dalam akuntabilitas proses penyidikan yang dilakukan, apakah benar sudah tepat dan memang aset-aset tersebut milik tersangka dan apakah benar ada korelasi langsung secara hukum kepemilikan aset-aset tersebut dengan pembuktian atas predicate crime-nya.
"KPK jangan malu-malu, sebagai satu lembaga yang sangat serius dalam menangani extraordinary crime untuk dapat menjelaskan secara transparan kepada publik maupun tersangka bahwa akuntabilitas penyidikan yang selama ini dilakukan itu sudah tepat dan proporsional," papar Malik. [ian/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA