post image
KOMENTAR
MBC. Masyarakat Indonesia khawatir roda pemerintahan terabaikan setelah Presiden RI yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih kepemimpinan partai yang ia dirikan tersebut.

Keresahan publik itu terungkap dalam temuan Lingkaran Survei Indonesia melalui quick pool terhadap 1200 responden di 33 provinsi pada 11-14 Februari lalu dengan margin of error sebesar plus minus 2,9 persen.

"Publik resah karena adanya kekhawatiran mendalam bahwa Presiden SBY yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak akan fokus lagi mengurusi tugas dan kewajibannya sebagai kepala sekaligus kepala pemerintahan," kata peneliti senior LSI M. Barkah Pattimahu dalam jumpa pers di kantornya, Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta, Minggu (17/2).

Dia menjelaskan, sebanyak 68,42 persen publik merasa khawatir dengan komitmen Presiden dalam menjalankan tugas di masa sisa pemerintahan ini. Sementara, hanya 24,29 persen publik yang menyatakan tidak khawatir. Selebihnya, 7,29 persen publik enggan menjawab.

Menurut Barkah, sebelumnya bila Presiden SBY turun gunung untuk menangani masalah internal Partai Demokrat, tidak terlalu membuat masyarakat khawatir.

Namun, dalam kisruh Demokrat kali ini masyarakat amat resah lantaran SBY memegang dua peran sekaligus yakni sebagai Kepala Pemerintahan dan di sisi lain menjalankan peran Dewan Pembina serta Majelis Tinggi Partai Demokrat.

"Yang terjadi di Demokrat tidak saja meresahkan kadernya, tapi juga meresahkan publik luas. Bukan disebabkan elektabilitas Demokrat turun tapi ketika presiden turun panggung atau mengambil alih peranan ketua umum. Ini yang menjadi keresahan publik," jelasnya.

Ditambahkan Barkah, kekhawatiran publik merata di semua segmen masyarakat dengan rata-rata di atas 50 persen. Masyarakat yang tinggal di desa, berpendidikan rendah, dan kelas ekonomi bawah lebih merasa khawatir bahwa Presiden SBY tidak lagi mengurusi kepentingan rakyat dibanding dengan yang tinggal di kota, berpendidikan tinggi, dan ekonomi kelas atas.

"Hal ini dapat dipahami karena mereka yang tinggal di pedesaan dan ekonomi bawah memiliki ketergantungan yang lebih tinggi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah," pungkas Barkah.[zul/rmol/ans]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa