Jantung koroner termasuk serangan penyakit yang familiar di masyarakat.
Namun, tak banyak yang tahu soal gangguan irama jantung tersebut.
Gejalanya sulit dikenali.
Berbeda dengan serangan jantung atau
jantung koroner yang bisa dideteksi gejalanya, gangguan irama jantung
memang tidak memiliki ciri-ciri khusus. Namun jika menderita penyakit
ini, pasien bisa mengalami kematian mendadak.
Penyakit ini
terjadi karena pembuluh darah koroner mengalami penyempitan akibat
kolesterol jahat atau low density lipoprotein (LDL) yang mengendap.
Kelebihan kolesterol LDL dalam pembuluh darah dapat menyebabkan
penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung koroner dan stroke.
Gangguan
irama jantung ada dua macam, iramanya bisa cepat bisa juga lambat.
Namun akibatnya sama, penderita bisa pingsan, mudah lelah, gagal
jantung hingga mati mendadak, jelas dokter spesialis jantung Rumah
Sakit (RS) Eka Hospital Tangerang, Daniel Tanubudi saat jumpa pers The
2nd Annual East Meets West Cardiology Symposium di Ritz Carlton Hotel -
Pacific Place, Jakarta.
Kepala Departemen Kardiologi dari RS
Eka Hospital ini mengatakan, jantung manusia itu sudah berfungsi dengan
baik sejak berada di dalam kandungan usia tiga bulan. Irama jantung
bisa dikatakan normal bila berdenyut memompa darah secara teratur
sesuai aktifitas yang dilakukan manusia. Saat beristirahat, irama
jantung yang normal, adalah 60-100 kali per menit.
Sementara,
jika irama jantung seseorang beristirahat kurang atau lebih dari 60-100
kali per menit bisa dikatakan mengalami gangguan irama jantung.
Pakar
penyakit jantung dr Emanoel Oepangat menuturkan, untuk menjalankan
fungsi utamanya sebagai pemompa darah, jantung memiliki gardu listrik
dan kabel-kabel (syaraf) yang merangsang jantung untuk berdenyut
secara ritmis atau teratur.
Kerusakan pada kabel atau sumber listrik akan memicu gangguan irama jantung, cetus Emanoel.
Faktor
lain gangguan irama jantung, lanjut dia, bisa dipengaruhi oleh gaya
hidup. Makan sembarangan bisa menyebabkan penumpukan lemak dan
kolesterol dalam aliran darah yang menyebabkan aliran dalam darah
tidak mengalir sempurna.
Komite Medis Eka Hospital, dr. Sukmana
Tulus Putra mengatakan, cara mendeteksi gangguan irama jantung bisa
melalui rekam jantung dan USG jantung.
Kalau sudah ada gejala,
pasien bisa konsultasi. Dari hasil rekam jantung dan USG jantung bisa
terlihat, apakah pasien menderita gangguan irama jantung atau tidak,
kata Sukmana.
Untuk pengobatan, lanjut Sukmana, penderita
gangguang irama jantung bisa diberi obat untuk menormalkan gangguan
tersebut. Namun kalau gangguannya sudah berat, harus dipasang alat pacu
jantung, tegasnya.
Gejalanya Mirip Masuk Angin, Nyeri Seperti Ditusuk-tusuk
Gejala
awal penyakit jantung hampir sama dengan masuk angin. Namun banyak
orang mengabaikan gejala ini. Kalaupun ada yang mengambil tindakan,
lebih suka mengobati dengan cara tradisional. Seperti dipijat atau
kerokan. Memang setelah dikerok, badan terasa lebih enak.
Gejala nyeri di jantung hingga sesak napas terkadang hilang sendiri dan kadang-kadang timbul disertai rasa nyeri yang hebat.
Kalau
sering muncul, rasanya bisa lebih parah seperti, ditusuk-tusuk, kata
ahli penyakit jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Harmani Kalim.
Dia
menjelaskan, rasa nyeri ini disebabkan oleh distribusi makanan bagi
jantung atau oksigen yang tidak bisa berjalan normal. Padahal, oksigen
dibutuhkan untuk mendukung kinerja jantung.
Bila pasokan oksigen
ber�kurang, kinerja jantung ter�gang�gu. Bahkan bisa mengakibatkan
serangan jantung atau yang sering dikenal gagal jantung, ujarnya.
Penyakit
ini, kata dia, lama-kelamaan bisa menyebabkan kerusakan pada otot-otot
jantung yang memompa darah. Kerusakan tersebut akan terus
berkembang seiiring pertambahan umur.
Oleh karena itu, para
pakar jantung menyarankan agar lebih waspada bila mengalami kram atau
nyeri pada jantung. Apalagi, bila sudah disertai sesak napas.
Jangan
cuek aja. Begitu nyeri terasa, lebih baik segera ke dokter atau ahli
jantung. Jika terlambat, dokter atau ahli jantung hanya punya waktu 12
jam untuk bisa kembali melebarkan pembuluh darah tersebut, pungkasnya.
Menurut
dr Delima dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)
orang yang terkena penyakit jantung butuh perawatan intensif. Berdasar
data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sejak tahun 2007 penyakit
jantung jadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Dengan,
jumlah kematian lebih dari 220.000 jiwa tiap tahun.
Sedangkan
jumlah kasusnya melampaui penyakit tuberkulosis yang angka kematiannya
mencapai 127.000 jiwa. Angkanya makin bertambah tiap tahun akibat gaya
hidup masyarakat yang suka mengudap makanan tinggi lemak atau makanan
siap saji.
Faktor gaya hidup yang tak sehat, seperti gemar
merokok, menenggak alkohol berlebihan, penyakit hipertensi, diabetes dan
kolesterol tinggi, turut menambah deretan jumlah penderita penyakit
jantung. Sekitar tujuh persen penduduk Indonesia menderita gangguan
jantung, 0,9 persen sudah didiagnosis dokter dan sisanya mengalami
gejala gangguan jantung.Penderitanya justru lebih tinggi dari pedesaan,
kata dr Delima.
Faktor tersebut, menurut dia, disebabkan
masyarakat yang belum peduli pada kesehatan. Selain itu, perempuan yang
menderita penyakit jantung lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Faktor
determinan penyakit jantung untuk penduduk di atas usia 15 tahun,
antara lain diabetes melitus (39 persen), hipertensi (13,1 persen),
obesitas (11,4 persen), dan perokok (9,7 persen), ujarnya.
Sementara
faktor gaya hidup yang berpengaruh pada risiko penyakit jantung, yaitu
kurang beraktivitas fisik, merokok, pola makan tinggi lemak, dan
kebiasaan mengkonsumsi alkohol.
Berdasarkan prevalensinya,
Provinsi Nangroe Aceh Darussalam menduduki urutan pertama penyakit
jantung di Indonesia, yakni 12,6 persen. Sementara Lampung urutan
terakhir 2,6 persen. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA