Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) telah memeriksa lima Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pematang Siantar dan juga memeriksa enam rekanan proyek terkait dugaan korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi pemeliharaan pada Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp10,5 miliar pada APBD Kota Pematangsiantar Tahun Anggaran 2007.
"Pada hari Selasa 12 Februari 2013, tim penyidik telah memeriksa 5 Pejabat Pembuat Komitmen di Dinas PU Pematang Siantar dan pada Kamis 14 Februari 2012, tim penyidik juga telah memeriksa 6 rekanan proyek rehab dan pemeliharan jalan di kota Pematang Siantar," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut, Marcos Simaremare, Jumat (15/2/2013).
Namun hasil pemeriksaan tersebut, menurut Marcos belum bisa disampaikan ke publik guna menjaga kerahasian penyidikan."Tapi hasil pemeriksaan tidak bisa kita ungkapkan sekarang, karena masih dalam penyidikan," katanya.
Disinggung mengenai bakal tersangka baru, yang sebelumnya, Kejatisu Sumut telah menetapkan mantan Kadis PU Pemko Pematangsiantar, Ir Bona Tua Lubis sebagai tersangka, Marcos menyatakan sampai saat ini belum ada bakal calon tersangka yang akan ditetapkan, namun bukan menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka lain.
"Begini, dalam penyidikan, kasus ini kan melibatkan beberapa pihak dan orang lain. Untuk saat ini kita masih menetapkan satu tersangka. Karena ada beberapa pihak yang kita periksa, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru," beber Marcos.
Informasi yang beredar, usai pelimpahan berkas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan kasus ini kepada pihak Kejati Sumut, bahwa mantan Bendahara Dinas PU Pematangsiantar, Jhoni Arifin Siahaan yang diketahui abang kandung mantan Walikota Pematangsiantar RE Siahaan akan tersangkut menjadi tersangka dalam kasus ini, Marcos enggan mengomentari hal tersebut.
"Nanti saja, kalau sudah ada data yang pasti calon tersangka baru, pasti akan kita beritahu," katanya.
Sebagaimana diketahui, dugaan korupsi penyalahgunaan dana rehabilitasi pemeliharaan pada Dinas Pekerjaan Umum sebesar Rp10,5 miliar pada APBD Kota Pematangsiantar Tahun Anggaran 2007 ini adalah perkera yang ditangani oleh KPK pengembangan hasil dari penyidikan sebelumnya dari terpidana RE Siahaan.
Pelimpahan berkas perkara tersebut dari KPK ke Kejati Sumut sekitar akhir tahun 2012. Hasil audit BPK itu menemukan sekitar 12 item penggunaan anggaran yang terindikasi korupsi. Antara lain pembangunan pagar keliling Taman Hewan sebesar Rp208.018.000, yang membebani dan memboroskan keuangan daerah, pekerjaan pengadaan dan pemasangan pipa dengan perlengkapannya pada Dinas PU, tidak sesuai dengan kontrak dan penawar terendah tidak ditunjuk sebagai pememang. Sehingga diduga merugikan keuangan Negara Rp224.037.100.
Selanjutnya, penyusunan RAB untuk kegiatan pengadaan konstruksi jaringan drainase dan pekerjaan urugan pasir, tidak akurat dan berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar minimal Rp115.512.327. Pengadaan lemari arsip dan meja biro dinas minimal Rp76.414.500 tidak sesuai dengan spesifikasi.
Kemudian belanja modal pada program rehabilitasi/pemeliharaan jalan dan jembatan Dinas PU sebesar Rp287.834.000 diperuntukkan bagi instansi vertikal, tidak sesuai ketentuan dan diselesaikan terlambat. Termasuk juga beberapa pekerjaan luncuran senilai Rp287.834.000 diperuntukkan bagi instansi vertikal, juga tidak sesuai ketentuan dan diselesaikan terlambat.
Pelaksanaan beberapa paket pekerjaan pada Dinas PU sebesar Rp3.600.000.000 dilakukan melalui penunjukan langsung dan mendahului pengesahan APBD. Bahkan Rehabilitasi Terminal Tanjung Pinggir sebesar Rp659.455.000 tidak efektif.
Paling besar dari 12 temuan BPK itu adalah mengenai pengelolaan kegiatan swakelola pada Dinas PU sebesar Rp14.734.080.705 tidak tertib dan tidak diyakini BPK kebenarannya. Dalam proyek swakelola ini, pembayaran kepada pihak ketiga dilakukan tunai oleh Bendahara Pengeluaran berdasarkan petunjuk operasional dan hanya beberapa yang dilengkapi dengan berita acara pembayaran (BAP). Seperti kuitansi pembayaran serta berita acara pemeriksaan barang, yang ditandatangani oleh panitia pemeriksa barang Dinas PU.
Diketahui barang-barang ternyata tidak diterima oleh panitia penerima barang maupun petugas gudang. Tandatangn tersebut hanya merupakan formalitas dan bahan lokal serta non-lokal, yang digunakan pada swakelola hanya diketahui pejabat pembuat komitmen dan pengawas lapangan.
Selain itu, terdapat biaya upah pemeliharaan rutin insfrastruktur Rp1.838.798.500 sampai dengan saat pemeriksaan terakhir belum juga dipertanggungjawabkan. Temuan ini kemudian telah dilaporkan ke KPK di Jakarta. BPK juga menemukan adanya pembebanan biaya langsung non personil atas jasa konsultan sebesar Rp54.933.500, yang merugikan keuangan daerah dan biaya langsung personil sebesar Rp323.620.000 tidak dapat diyakini kewajarannya.
Selain itu, ada juga ditemukan mengenai adanya harga satuan dasar untuk pekerjaan pembangunan saluran drainase/gorong-gorong Dinas PU, lebih tinggi dari seharusnya sebesar Rp75.433.293. Dan terakhir adalah adanya pekerjaan pengawasan fisik pada Dinas PU senilai Rp469.002.500 belum dikontrakkan.
Untuk TA 2007 ini, LKPJ Walikota ditolak DPRD. Tahun anggaran sebelumnya (2006), juga ada ditemukan dana bantuan sosial sebesar Rp11.755.350.000 dan ditambah P-APBD sebesar Rp5.455.000.000. Sehingga total keseluruhan anggaran yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp17.210.350.000 dan kasus ini sudah dilaporkan anggota DPRD Pematang Siantar ke Polresta Pematang Siantar. [rob]
KOMENTAR ANDA