Sebuah kelompok masyarakat bernama Komite Penyelamat Partai Politik untuk Kesejahteraan Rakyat (KPPPUKR), merilis surat pengaduan atas dugaan pelanggaran AD/ART Partai Demorat.
Komite yang berkedudukan di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, itu melemparkan surat bernomor 002/Sp-MBPI/II/2013 kepada Dewan Kehormatan Partai Demokrat.
Surat pengaduan tersebut juga diterima meja redaksi lewat email beberapa saat lalu dan ditandatangani Koordinatornya, Aloysius Abi tertanggal hari ini, Jumat (15/2).
Menurut KPPPUKR, upaya penyelamatan oleh Majelis Tinggi Partai Demokrat dalam delapan butir solusi tersebut, mengandung pelanggaran terhadap AD dan ART partai.
Pertama, AD/ART tidak memberikan wewenang kepada Majelis Tinggi untuk mengambil alih dan mengendalikan langsung Demokrat dari kewenangan Ketua Umum. Kedua, Pasal 13 ayat (5) AD Partai Demokrat, hanya memberi wewenang Mejelis Tinggi Partai Demokrat untuk mengambil keputusan-keputusan yang strategis tentang Calon Presiden dan wakil Presiden, Calon Pimpinan DPR RI dan Pimpinan MPR RI, Calon partai-partai anggota Koalisi, Calon-calon anggota legislatif pusat, calon-calon Gubernur dan Wakil Gubernur dalam pemilukada dan rancangan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Program Kerja lima tahun untuk disahkan dalam kongres.
"Bahkan, keputusan Majelis Tinggi tersebut disampaikan kepada dan untuk dilaksanakan oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat dan bukan dilaksanakan sendiri oleh Majelis Tinggi," tegas Aloysius dalam surat itu.
Kemudian, sesuai pasal 99 AD Partai Demokrat, mengatur masa kepengurusan partai adalah lima tahun. Jika menyimpang dari ketentuan masa kepengurusan lima tahun, maka kepengurusan dipimpin oleh Pelaksana Tugas, dan bukan oleh Majelis Tinggi.
"Dengan demikian tindakan Majelis Tinggi, bukan saja telah melanggar AD dan ART, tetapi juga telah menurunkan derajat posisi politik dan yuridis Majelis Tinggi karena harus turut manangani hal-hal teknis yang oleh AD/ART diserahkan kepada pelaksana tugas partai," jelasnya.
Jabatan Ketua Umum Partai Demokrat adalah sebuah jabatan eksekutif tertinggi partai, karena dipilih langsung melalui Kongres yang memberi wewenang kepada Ketua Umum Partai untuk melaksanakan, mengawasi, dan mengendalikan semua kegiatan Partai, baik ke dalam maupun ke luar (pasal 17 AD) dan DPP adalah Pimpinan Tertinggi sebagai pelaksana keputusan Kongres serta memimpin semua kegiatan partai, dengan kewenangan mewakili Partai dalam bertindak ke dalam dan ke luar.
Komite juga mengadukan keputusan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) mengundurkan diri dari DPR. Pengunduran diri itu disebut tanpa permisi kepada konstituennya di Jawa Timur, sehingga dari segi etika hal ini telah melanggar etika politik yang juga harus diproses oleh Dewan Kehormatan.
Informasi dari masyarakat tentang dougaan korupsi, baik yang melibatkan Ketua Umum maupun Sekjen, seharusnya direspons oleh Dewan Kehormatan sesuai dengan UU Partai Politik dan AD.
Tetapi hal itu tidak pernah dilakukan. Dewan Kehormatan justru telah membiarkan Ketua Majelis Tinggi (SBY) mengambilalih segala peran dan fungsi Ketua Umum dan mungkin juga sebentar lagi peran dan fungsi Sekjen Partai Demokrat.
"Telah terjadi kesewenang-wenangan, ada feodalisme, ada otoritarianisme dalam partai yang dilakukan Majelis Tinggi dengan mematikan fungsi organ Partai Demokrat lainnya, sehingga hal tersebut jelas menegasikan fungsi Partai Demokrat sebagai sarana pendidikan politik bagi angota partai dan masyarakat luas," urainya.
KPPPUKR, sebagai bagian dari masyarakat, merasa berkepentingan untuk memberikan partisipasinya mengoreksi Partai Demokrat dalam penyelenggaraan kegiatan politik dan pemerintahan guna membangun etika dan budaya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Kami meminta Dewan Kehormatan Partai Demokrat segera melakukan fungsi sesuai ketentuan pasal 15 AD Partai Demokrat atas dugaan pelanggaran AD/ART melalui delapan solusi Penyelamatan," tutup Aloysius dalam surat tersebut. [ald/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA