Minimnya partisipasi masyarakat dalam melaporkan kecurangan jelang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara dinilai karena lemahnya kinerja Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Sumatera Utara dalam melakukan fungsinya. Ditopang anggaran besar, sekitar Rp 80 miliar, kadar kinerja Panwas hanya sebatas kepura-puraan (ecek-ecek-red).
Demikian disampaikan pengamat politik USU Faisal Andri Mahrawa kepada MedanBagus.com, Kamis (14/2/2013) menjawab keluhan Panwaslu yang kecewa karena minimnya keterlibatan masyarakat dalam pelaporan pelanggaran Pilgubsu.
"Harusnya Panwaslu sudah bisa melakukan pengawasan yang lebih strategis, tidak sekadar mengawasi hal ecek-ecek seperti sekarang ini. Persiapan sumber daya manusia pengawas harusnya menjadi fokus," ujar Faisal.
Menurut Dosen Departemen Ilmu Politik Fisip USU itu, Panwas juga tidak bisa menyalahkan masyarakat atas minimnya partisipasi dalam melaporkan kecurangan yang terjadi, namun juga harus secara aktif melakukan pengawasan dengan perangkat yang dimilikinya.
"Kalau memang berharap banyak dari partisipasi masyarakat, apakah Panwaslu sudah melakukan perannya untuk memberikan stimulasi itu?" tanya Faisal.
Lagi pula, kata dia, jika Panwaslu semata-mata menunggu atau menerima pengaduan dari masyarakat, publik patut mempertanyakan kinerja panwas, terutama jika dilihat dari alokasi anggaran yang tersedia.
"Jangan sampai anggaran yang cukup besar tersebut hanya diperuntukkan bagi kebutuhan internal Panwaslu semata. Miris sekali kalau itu yang terjadi," pungkasnya.
Seperti diketahui, Ketua Panwaslu Sumut, David Susanto mengeluhkan minimnya peran masyarakat pelaporan pelanggaran Pilgubsu. Dari 54 pengaduan yang diterima, hanya 3 yang merupakan bagian dari peran masyarakat.
Menurut David, bahwa dalam pengaduan dan pelaporan tindakan pelanggaran hanya dapat dilakukan oleh tiga eleman yakni, masyarakat, tim pemenangan dan pasangan calon itu sendiri. [ded]
KOMENTAR ANDA