MBC. Kuat dugaan KPU sudah diintervensi parlemen. Hal itu karena KPU menolak melaksanakan putusan rekomendatif Bawaslu yang memenangkan gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) terhadap Keputusan KPU Nomor 5/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014.
"Hal itu bisa kita lihat dari opini beberapa anggota Komisi II DPR yang sudah dipublikasikan di media massa dan apa yang terjadi di Rapat Konsultasi Komisi II dengan KPU dan Bawaslu pada Senin malam (11 Februari lalu)," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia), Jeirry Sumampow, dalam siaran persnya, Rabu (13/2).
Dalam Rapat Konsultasi tersebut semua anggota DPR mendukung sikap KPU dan mencerca putusan Bawaslu. Karena itu, maka dalam hal ini KPU perlu diperiksa atas dasar dugaan melakukan pelanggaran etik.
Jeirry mengatakan, semestinya sebuah proses Pemilu harus berlangsung secara bebas, tanpa intervensi. Penyelenggara Pemilu (KPU dan Bawaslu) pun harus bekerja secara mandiri dan tak boleh dipengaruhi oleh siapapun.
Menurutnya lagi, ada jaminan konstitusi. Pasal 22 E ayat (5) UUD 1945 menyatakan bahwa "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri."
Karena itu, dalam kasus seperti ini, tak semestinya parlemen melakukan intervensi terhadap proses yang dilakukan oleh KPU dan Bawaslu.
"Kami menilai bahwa apa yang dilakukan parlemen dalam rapat konsultasi tersebut adalah bentuk arogansi DPR dan sudah bisa dikategorikan sebagai intervensi parlemen terhadap proses pemilu," terangnya.
DPR tidak boleh terus memposisikan diri sebagai "pemilik" UU. DPR adalah pembuat UU, bukan pemilik. Setelah UU dibuat oleh DPR dan disahkan, maka UU tersebut sudah menjadi milik publik, bukan DPR. [ald/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA