Putusan Bawaslu yang memenangkan gugatan Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) terhadap Keputusan KPU Nomor 5/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014, dengan cepat melahirkan reaksi penolakan.
Hal itu sudah bisa diduga sebelumnya karena partai-partai di parlemen yang paling merasa dirugikan dengan bertambahnya peserta pemilu.
Dengan alasan bahwa putusan Bawaslu Nomor 012/SP-2/Set.Bawaslu/I/2013 tersebut mengandung beberapa kelemahan dan kesalahan, KPU pun menolak melaksanakan putusan rekomendatif Bawaslu tersebut. Pertanyaan yang muncul adalah apakah KPU boleh menolak putusan rekomendasi Bawaslu?
Komite Pemilih Indonesia (Tepi Indonesia) menyatakan, sangat aneh bila KPU tidak mau melaksanakan putusan Bawaslu. Dalam hal ini, KPU bisa diduga melakukan pelanggaran etik.
Koordinator Tepi, Jeirry Sumampow, menyebutkan, dalam butir kelima Keputusan KPU Nomor 5/Kpts/KPU/Tahun 2013 tentang Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2014 dikatakan bahwa "Perubahan terhadap keputusan ini dapat dilakukan berdasarkan Keputusan Bawaslu, atau Keputusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN), atau Putusan Mahkamah Agung...".
"Dengan demikian KPU sudah mengatakan bahwa Keputusan KPU tersebut bisa berubah salah satunya oleh karena keputusan Bawaslu setelah melalui pengadilan sengketa Pemilu yang dilakukannya," kata Jeirry dalam siaran pers yang diterima petang tadi Rabu, (13/2).
KPU mengikuti dengan setia seluruh proses peradilan sengketa Pemilu yang dilakukan Bawaslu terhadap PKPI termasuk terhadap 12 partai yang lain. Tapi, yang jadi pertanyaan, mengapa ketika putusan Bawaslu keluar, KPU tak mau mengakuinya dan melaksanakannya?
"Mengapa KPU hanya mau mengakui putusan Bawaslu yang memenangkan KPU? Sikap KPU ini sangat aneh, mau menang sendiri dan melanggar prinsip-prinsip etis," katanya. [ald/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA