MBC. Kardius Marlina, bos dari PT Kurnia Putra Mulia, terdiam dan tertunduk saat Edmond Purba, selaku Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Simalungun dengan suara lantang menuntut terdakwa yang sempat ditetapkan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) ini selama 7 tahun dan enam bulan penjara. Mengenakan kemeja berwarna putih, pria berusia lanjut yang mengenakan kacamata ini pun diwajibkan membayar denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan badan.
Tak hanya itu, dalam tuntutannya, jaksa pun mengenakan terdakwa yang ditangkap di Hotel Tunjungan Surabaya dengan nomor kamar 827, pada (24/6) silam ini, untuk membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp1,7 miliar lebih, susider tiga tahun dan tiga bulan penjara.
"Pertama pengembalian kerugian negara dan kedua tuntutan itu berdasarkan surat edaran dari Kejagung tentang persentase kerugian negara. Itu dasar tuntutan kami. Belum ada pegembalian kerugian negara. Kemaren mereka mengatakan akan mengembalikan sehingga persidangan ditunda dan tuntutan belum saya ajukan ke Kejati.
Tadi, sampai pukul 14.30 WIB, ternyata belum ada juga dikembalikan kerugian negara, mangkanya saya ajukan kembali tuntutannya. Untuk terdakwa yang satunya (Rachmad), agendanya tengah memasuki tuntutan juga," ujar Edmond usai persidangan yang digelar, Selasa (12/2).
Bertempat di ruang Cakra VII Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Edmond yang ditanyai apakah tuntutan yang tergolong tinggi tersebut berkaitan dengan pernah larinya terdakwa hingga ditetapkan sebagai DPO?
"Kita itu membuat tuntutan berdasarkan kerugian negara. Kalau dikembalikan sekian minimal dituntut sekian, jadi sudah ada aturannya. Kemaren memang ada rencana pengembalian ternyata sampai tadi tidak ada," ujarnya lagi.
Pada persidangan yang dipimpin ketua majelis hakim Jonner Manik, jaksa pun menyatakan terdakwa dikenakan pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adapun hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, merugian negara dalam hal ini Pemkab Simalungun. Sementara hal yang meringankan, terdakwa tidak pernah dihukum dan bersikap sopan dipersidangan.
"Menuntut terdakwa Kardius Marlina tersebut diatas berupa pidana penjara selama tujuh tahun enam bulan, denda Rp300 juta subsider empat bulan penjara, serta membebankan Uang Pengganti sebesar Rp1,7 miliar subsider tiga tahun sembilan bulan penjara," ujar jaksa dipersidangan.
Sebelumnya, tuntutan tinggi juga diterima mantan Bupati Simalungun Zulkarnain Damanik, yang dituntut JPU selama enam tahun penjara. Pria berbadan berbadan subur itu dinyatakan bersalah karena dinilai melakukan korupsi dana panjar insentif ajudan bupati dan wakil bupati dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2005-2006 sehingga merugikan negara sebesar Rp529.654.638 Jaksa penuntut umum (JPU) Armadi P Barus dan JM Butarbutar juga menuntut Zulkarnain Damanik membayar denda sebesar Rp300 juta subsider enam bulan penjara. Serta menuntut terdakwa membayar uang pengganti Rp361 juta subsider tiga tahun penjara. Tuntutan ini dibacakan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis
(29/11/2012) lalu.
Hari itu, usai mendengarkan tuntutan dari jaksa, majelis hakim pun memberikan kesempatan kepada Kardius untuk menyampaikan pledoi (pembelaannya) pada Kamis, 14 Februari 2013 mendatang. Seperti diketahui, Kardius Marlina didakwa merugikan negara Rp1,7 miliar lebih dalam proyek pengerasan jalan di Desa Pengkolan Emplasmen Tinjoan Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun tahun 2009 silam.
Dalam dakwaannya, jaksa mengatakan, terdakwa melakukan pengurangan volume ketebalan jalan atau lapisan pondasi agregad kelas B dalam pengerasan jalan di Desa Pengkolan Emplasmen Tinjoan Kecamatan Ujung Padang, Kabupaten Simalungun, sepanjang 4950 meter, lebar 5 meter dan tebal 25 Centimeter (Cm). Akibat perbuatannya, terdakwa bersama Rachmat, selaku Pejabat
Pembuat Komitmen (berkas terpisah), negara mengalami kerugian Rp1,7 miliar lebih sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sumut.
Perbuatan terdakwa tersebut diancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini bermula pada 2009 lalu, Kardius Direktur PT Kurnia Putra Mulia berdasarkan surat perjanjian pemborongan (kontrak) nomor:37.C/PPK/LLG/PK-JL-JT/DBM/2009 tanggal 17 Juli 2009 dengan Dinas Bina Marga Kabupaten Simalungun, atas nama Rachmad selaku PPK melaksanakan kegiatan penanganan jalan jurusan Dusun pengkolan-emplasmen Tinjoan Kecamatan Ujung Pandang yang telah diamandemen kontrak dg nomor : 102.i/PPK/LLG/PK-JL-JT/DBM2009 tanggal 28 September 2009 dengan tambahan kurang pekerjaan pada item pekerjaan, lapisan pondasi agregat pitrun untuk pengerasan bahu jalan dari 967,50 menjadi pelaksanaannya ditiadakan.
Lapisan pondasi agregat kelas B dari 5643,75 M3 menjadi 6145,88 M3, Sisipan pitrun untuk pekerjaan minor dari 1135,20 M3 mjd 1179,70 M3. PT Kurnia Putra Mulia dan pihak PU Bina Marga Kabupaten Simalungun dalam pelaksanaannya, terutama dalam hal pengadaan lapisan pondasi agregat kelas B sepanjang 4950 m x 5 M ternyata tak memenuhi ketentuan spesifikasi teknis yang dilakukan dengan cara mengurangi ketebalan badan jalan dari ukuran ketebalan 25 cm.
Ahli dari pihak PU Bina Marga Simalungun menyatakan, vulome lapisan pondasi agregat kelas B yang terpasang adalah 3136,29 M3 sedangkan volume lapis pondasi agregat kelas B menurut dolumen kontrak (CCO) sebanyak 6145,80 M3 sehingga terjadi pengurangan volume sebesar (6145,88 M3 - 3136,29 M3) x Rp583.613,66 = Rp.1.756.437.470,24. [ans]
KOMENTAR ANDA