post image
KOMENTAR
Kesadaran masyarakat akan bahaya hipertensi masih terbilang minim. Kebanyakan penderita, baru sadar ketika mengidap penyakit jantung. Hipertensi menjadi faktor risiko utama penyebab penyakit jantung dan pembuluh darah, bersama dengan diabetes melitus, hipercholesterol dan kardiovaskular.

Penyakit ini datangnya secara tiba-tiba. Tak  heran kalau penyakit ini sering dinamakan silent killer. "Orang dengan hipertensi, berisiko dua kali lebih besar terkena penyakit kardiovaskular, seperti stroke dan serangan jantung. Hipertensi rawan kematian,"ungkap ahli jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dr Santoso Karokaro di Jakarta.

Dokter yang juga bertugas di Rumah Sakit Mitra Kemayoran  ini menyayangkan, banyak mitos yang salah tentang darah tinggi atau hipertensi dalam masyarakat. Hal tersebut membuat sebagian besar masyarakat telat berobat.

"Umumnya, orang menganggap ada banyak keluhan dan tanda peringatan hipertensi. Padahal, tidak demikian. Pembuluh yang menebal lama-lama bisa melar yang berujung pada kematian," imbuhnya.

Ia menambahkan, hipertensi juga sering dianggap sebagai kondisi normal pada orang yang sudah tua. Padahal, tidak demikian faktanya.

"Hipertensi itu tidak normal. Meskipun banyak orang tekanan darahnya di atas normal, hal itu tidak normal," paparnya.

Menurut dia, tekanan darah seseorang dikatakan normal jika kurang dari 140/90 mmHg. Jika tekanan sudah mendekati 130-139/85-89 mmHg, sudah harus dipantau supaya tidak meningkat menjadi darah tinggi.

Selama ini, tekanan darah tinggi, kata dia, dianggap kurang berbahaya oleh masyarakat, karena tidak menyebabkan kematian. Namun, fakta menunjukkan, hipertensi sangat berbahaya dan mengakibatkan banyak orang meninggal dunia. Di Amerika misalnya, tiap dua menit satu orang meninggal dunia karena  hipertensi atau komplikasinya, katanya.

Dokter dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia (FK-UI), Budiman Widjodjo menambahkan, selain menjadi penyebab serangan jantung, hipertensi juga erat kaitannya dengan diabetes.

"Diabetes itu jodohnya hipertensi, karena sekitar 65 persen orang dengan diabetes juga mengalami hipertensi," ujar Budiman Widjodjo di Jakarta.

Dia  mengatakan, pasien dengan kadar gula darah tinggi bisa mengganggu sistem hormon yang ada di tubuh. Pada orang yang normal, sistem hormon di dalam tubuh akan menghasilkan hormon yang disebut dengan angiotensin 2.

"Ketika kadar gula darah tinggi secara tidak langsung akan meningkatkan kadar hormon angiotensi 2 yang mengakibatkan terjadinya hipertensi," ujarnya.

Jika komplikasi yang terjadi tidak segera ditangani dengan baik, maka bisa menyebabkan kecacatan yang nantinya tidak dapat kembali lagi seperti semula.

Penanganan Telat Nyawa Bisa Lewat

Gangguan hipertensi bisa menyerang tanpa peringatan, dan penyakit ini bisa menyebabkan kematian jika tidak segera diperiksakan ke dokter. "Seseorang dengan tekanan darah tinggi tidak harus menunggu bertahun-tahun sebelum terjadi komplikasi. Karena dari hasil studi lembaga kesehatan dunia (World Health Organization/WHO), sebanyak satu miliar penduduk dunia menderita hipertensi dan 7,1 juta kematian tiap tahun terkait penyakit ini," kata dr Suharjono, di Jakarta.

Menurutnya, penyakit ini bersifat global dan tidak memilih-milih penderita. Namun sayangnya, sebagian besar penderita hipertensi enggan mengontrol tekanan darahnya. Bahkan hanya mengkonsumsi obat anti hipertensi bila dirasa perlu.

"Bila sudah mengidap tekanan darah tinggi, pasien harus mengkonsumsi obat antihipertensi terus-menerus, jangan hanya saat ada gejala," tambah guru besar dari departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI ini.

Tekanan darah yang tidak terkontrol, kata Suharjono, dapat mengakibatkan peningkatan risiko serangan penyakit kardiovaskular tiga hingga empat kali lipat. Jika berkepanjangan, hipertensi bisa merusak pembuluh darah di sebagian besar tubuh. Di antaranya, menyerang beberapa organ seperti ginjal, otak, dan mata.

Sebaliknya, bila tekanan darah terkontrol baik bisa mengurangi pengeluaran protein dalam urin dan memperlambat penurunan fungsi ginjal, kata dokter yang juga konsultan nefrologi hipertensi dari RS Cipto Mangukusumo itu.

Hipertensi yang tidak terkontrol juga dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah halus dalam ginjal, sehingga mengurangi kemampuan ginjal  menyaring darah dengan baik. Akibatnya, dalam jangka panjang bisa mengakibatkan kerusakan ginjal yang lebih parah dan berakhir menjadi gagal ginjal.

Untuk itu, tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap pengobatan hipertensi harus ditingkatkan guna mencegah dampak buruk dari penyakit ini.

Ditambahkan ahli jantung dan pembuluh darah dari Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dr Santoso Karokaro, darah tinggi merupakan penyakit keturunan. Karena itu, perlu mengetahui secara dini tentang penyakit tersebut agar tidak berakibat fatal.

"Jika orangtuanya punya riwayat darah tinggi sedini mungkin diukur tekanan darahnya sejak dini, dengan ukuran anak-anak. Saat remaja dan ketika mau masuk ke lapangan kerja kembali diukur," jelasnya.

Darah tinggi, lanjutnya, harus diobati sejak dini dengan cara apa pun. Tujuannya, supaya jangan terjadi kerusakan organ. Pengobatannya, kata dia, cukup dengan menjaga gaya hidup. Misalnya, orang yang kurang olahraga disarankan aktif olahraga ringan, seperti jalan kaki atau aerobik, teratur 4-5 kali seminggu selama 30 menit.

Sementara kepada orang gemuk, sebaiknya mengurangi berat badan. Misalnya, orang yang beratnya 90 kilogram, turun 10 kilogram itu bisa menurunkan tekanan darah hingga 8 mm. [rmol/hta]

Instagram Ternyata Punya Dampak Buruk Bagi Kesehatan Mental

Sebelumnya

7 Destinasi Wisata Alam Paling Mengesankan di Bali

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Lifestyle