Pernyataan resmi Presiden SBY seputar kemelut di internal Partai Demokrat, hingga permintaannya pada KPK soal penegasan status Anas Urbaningrum, dapat dianggap sebagai tekanan politik dan sekaligus menjadi pembenaran bahwa Presiden SBY lebih mementingkan kepentingan politiknya ketimbang memikirkan nasib rakyatnya.
"Bisa kita bayangkan apa jadinya bangsa ini jika presiden memainkan peran yang tidak seimbang antara Presiden sebagai kepala negara dan presiden SBY sebagai ketua Dewan Pembina partai Demokrat," kata Sekjen DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Jailani Paranddy, beberapa saat lalu (Kamis, 7/2).
Jailani menilai SBY terkesan tidak bisa memisahkan posisi antara sebagai kepala negara dan sebagai pimpinan partai politik. "Walhasil statemen SBY bisa dimaknai sedang memanfaatkan kekuasaan untuk menekan lembaga Hukum demi kepentingan politiknya," tegasnya.
Ketimbang menenggelamkan diri dalam urusan yang menyangkut kepentingan partai tertentu, Jailani menyarankan sebaiknya presiden memikirkan nasib seluruh rakyatnya. Apalagi menjelang berakhirnya periodesasi pemerintahan SBY banyak janji dan pekerjaan rumah SBY yang tidak tuntas.
"Sebut saja mulai dari soal buruknya infrastruktur, melebarnya angka pengangguran, hingga meningkatnya eskalasi konflik diberbagai daerah," ujar Jailani.
Disebutkan survei LSI terbaru telah merilis publikasi tentang betapa buruknya kinerja kabinet dan pemerintahan yang dipimpin oleh SBY.
"Harusnya SBY fokus saja membenahi kabinet dan pemerintahan yang dipimpinnya, bukannya malah membuat statement dan memicu kegaduhan politik baru," tegasnya lagi.
Oleh karenannya, DPP KNPI meminta dengan hormat supaya SBY bisa lebih bijak, dan fokus saja untuk menyelesaikan program kerjanya dan benahi kinerja kabinet yang amburadul itu.
"Sebab kami yakin tahun terakhir masa kepemimpinan SBY ini bisa dimanfaatkan secara maksimal bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat," ujar Jailani. [ysa/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA