MBC. Pedagang kecil merasa terlindas pedagang besar. Mereka berharap, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perdagangan melindungi pedagang kecil.
Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri menilai, berbagai regulasi saat ini lebih berpihak kepada pengembang pasar modern. Akibatnya, pasar tradisional mati suri.
Padahal, di pasar tradisional, banyak pedagang kecil. Berdasarkan catatannya, lima tahun terakhir, pasar modern tumbuh 31,4 persen. Sementara jumlah pasar tradisional justru menurun 81 persen.
“Kami merasa sudah terlindas pasar modern. Kami berharap RUU Perdagangan memfasilitasi kami, memajukan pasar tradisional,” kata Abdullah di Jakarta, Selasa (05/02).
Dia mengungkapkan, pasar tradisional sebenarnya tumpuan perekonomian daerah. Apalagi, ada sekitar 50 juta orang mengantungkan hidupnya di pasar tradisional.
Ketua Harian Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Supriyanto menyatakan, penyebab matinya pasar tradisional karena pemerintah daerah lebih suka dengan ritel modern.
Dia mencontohkan Jakarta. Di ibukota, ada tujuh pasar tradisional yang sudah punah. Di antaranya, Pasar Blora, Cilincing, Cipinang Besar, dan Muncang. Untuk pasar tradisional yang masih bertahan, omzet perdagangannya turun sampai 75 persen.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Arya Bima menyambut baik tuntutan pedagang. Menurutnya, untuk menghindari kehancuran pasar tradisional, maka jalan keluarnya adalah revitalisasi atau perbaikan seluruh pasar tradisional. Selain itu, keberadaan pasar modern perlu dibatasi agar tidak terus menjalar.
“Bila pasar tradisional direvalitalisasi, maka transaksi perdagangan akan kembali tumbuh. Karena masyarakat tidak malu lagi belanja ke pasar tradisional,” kata Arya kepada Rakyat Merdeka (grup MedanBagus.com).
Arya menandaskan, pasar tradisional sangat penting dipertahankan. Sebab, pasar ini menjadi tumpuan penjualan perdagangan produk lokal. Hal ini sangat bagus untuk pemasaran buah dan sayuran lokal. [Harian Rakyat Merdeka/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA