Sidang dugaan korupsi Dinas PU Deliserdang kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (6/2). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Ahmad Ismail selaku Plt Kasi Peningkatan Jalan Dinas PU Deliserdang tahun 2010 dalam sidang lanjutan dugaan korupsi anggaran proyek pemeliharaan dan pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PU Deliserdang yang mendudukkan dua terdakwa Kadis PU Deliserdang Faisal dan Bendahara Pengeluaran Elvian.
Di hadapan lima orang majelis hakim yang diketuai Denny L Tobing, saksi mengatakan di Dinas PU Deliserdang pada Tahun 2008 ada 18 kegiatan yang dilaksanakan diantaranya 14 kontrak dan 4 swakelola. Kemudian pada Tahun 2009 ada 14 kegiatan diantaranya 11 kontrak dan 3 swakelola. Selanjutnya pada Tahun 2010 ada 32 kegiatan diantaranya 26 kontrak dan 6 swakelola.
"Pekerjaan kontrak Tahun 2008 dilanjutkan lagi Tahun 2009 tapi dilokasi yg sama. Selain itu, pada Tahun 2010 ada kegiatan tapi dilaksanakan Tahun 2011. Itu sudah kewenangan pengguna anggaran. Pada Tahun 2008, 2009, 2010 ada PPTK (pejabat pelaksana tekhnis kegiatan) yaitu saya sendiri. Memang saya tidak pegang kontrak tapi ada gambar perencanaannya. Lalu laporan kemajuan pekerjaan diteken PPTK dan kontraktor yang tujuannya untuk pembayaran," ujar saksi, Rabu (6/2).
Dijelaskan saksi, kontrak swakelola adalah kontrak partisipatif yang diikat dengan perseorangan atau masyarakat. Sebelum pengerjaan itu dilakukan terlebih dahulu dibuat kontrak tapi tidak melalui tender. Dasar hukum pekerjaan swakelola yakni Kepres 54 tahun 2010 dan Kepres 80 tahun 2003.
"Yang jelas pengerjaannya tidak melalui tender. Dimana masyarakat menawarkan dirinya untuk melakukan pekerjaan itu. Dalam hal ini pekerjaan swakelola diteken pengguna anggaran dan personnya. Swakelola dilaksanakan karena adanya permintaan masyarakat. Mekanismenya diawali surat permohonn masyarakat. Lalu Kepala Dinas mendisposisikannya ke Kepala Bidang. Nantinya dilakukan peninjauan lapangan," urai saksi.
Saksi mengatakan pekerjaan secara swakelola adalah pekerjaan yang direncanakan dan dilaksanakan Dinas PU Deliserdang. Namun, jika dalam proyek swakelola ada penyimpangan ataupun tidak sesuai pekerjaan, maka itu menjadi tanggungjawab Kepala Dinas PU Deliserdang. Begitupun, saksi pernah mendengar bahwa pihak ketiga belum menerima pembayaran mereka. "Yang pasti ini karena minimnya anggaran," ungkapnya lagi.
Saksi mengaku, pada saat BPK RI melakukan audit setiap tahunnya, ditemukan ada hutang-hutang Dinas PU Deliserdang yang belum dibayar. Selain itu, pekerjaan itu juga tidak sesuai volume atau kekurangan fisik.
"Lalu Dinas PU Deliserdang menindaklanjuti temuan BPK itu dengan menambah kembali volume jalannya. Setelah itu, kami laporkan lagi ke BPK. Sayangnya, pihak BPK tidak peduli dan tidak merespon laporan kami. Saya juga tidak tahu kenapa BPK tidak merespon laporan itu," bebernya.
Sementara itu Bani Asyir Mantan Kasi Perluasan Jaringan Jalan Dinas PU Deliserdang yang juga dihadirkan sebagai saksi menegaskan kalau berdasarkan pengalaman dirinya bekerja dilapangan pengerjaan proyek swakelola lebih efektif dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Menurutnya swakelola itu penting dihidupkan alasannya, merangsang masyarakat untuk membangun, meningkat pelayanan masyarakat.
Selain itu, lanjutnya, dalam kontrak upah borong perseorangan tidak ada dianggarkan untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"Kalau kontrak aktual ada dianggarkan PPN sebesar 10 persen. Tapi kalau upah borong tidak dianggarkan PPN,"pungkasnya.
Usai persidangan, majelis hakim menunda persidangan hingga pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. Faisal yang hari itu mengenakan kemeja putihnya langsung menyalakan sebatang rokok dan berjalan kekursi pengunjung diikuti Elvian beserta penasehat hukum mereka. [ans]
KOMENTAR ANDA