post image
KOMENTAR
MBC. Di tengah polemik suap daging sapi impor yang menimpa (mantan) Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PK) Luthfi Hasan Ishaaq dan perbedaan pandangan di internal Partai Demokrat mengenai elektabilitas partai itu yang tinggal 8 persen, ternyata persoalan yang melilit mantan Gubernur BI yang kini adalah Wakil Presiden Boediono tetap menjadi salah satu trending topic.

Salamuddin Daeng dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) merinci tiga "dosa besar" Boediono pada rakyat dan bangsa Indonesia.

Tiga "dosa besar" itu adalah kenyataan bahwa Boediono merupakan antek International Monetary Fund (IMF) yang membela kepentingan asing, lalu kenyataan bahwa Boediono adalah dalang di balik tersanderanya negara dalam cengkraman nekolim, dan ketiga dalang di balik kebangkrutan keuangan negara hingga hari ini.

Boediono dianggap sebagai dalang kasus Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Pada masa itu, antara Juli 1996 hingga Desember 1997 Boediono menjabat sebagai Direktur III BI yang membidangi urusan pengawasan BPR/UPBPR dan urusan pengaturan dan pengembangan perbankan/UPPB.

"Pemerintah pada saat itu memberikan jaminan penuh atau blanket guarantee seluruh simpanan yang ada di bank. Akibatnya pemerintah harus menalangi sebesar Rp53,78 triliun dengan suku bunga diindekskan terhadap inflasi dan dibayarkan dalam bentuk Surat Utang Negara," ujar Salamuddin.

Pada era Presiden Megawati, Boediono dianggap sebagai arsitek di balik Inpres 8/2002 yang memberikan jaminan bagi obligor BLBI melalui Surat Keterangan Lunas (SKL). Lima obligor MSAA mendapatkan fasilitas release and discharge. Di masa-masa itu, antara 9 Agustus 2001 hingga 20 Oktober 2004, Boediono adalah Menteri Keuangan sekaligus anggota Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK).

"Akibat kebijakan Boediono ini negara menanggung utang yang sangat besar. Setiap tahun APBN harus dialokasi sedikitnya Rp 60 triliun untuk membayar bunga utang dan cicilan utang para obligor kakap. Banyak pihak menyatakan Boediono memang maniak ahli dalam perampokan keuangan negara melalui kebijakan sektor keuangan," kata dia lagi.

Tahun 2008 Boediono kembali bertingkah. Ia memberikan Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century dan mendorong penggelontiran dana talangan hingga senilai Rp6,7 triliun. Modus operandi kasus ini sedikit banyak mirip kasus BLBI.

"Namun Boediono selalu selamat dari kurungan penjara. Meskipun telah diputus bersalah melalui Mahkamah Agung (MA) pada tahun 2005 (kasus BLBI) namun hingga hari ini Boediono tak ditangkap dan tak dipenjara," demikian Salamuddin. [dem/rmol/ans]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum