MBC. Proses penyidikan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap tersangka kasus dugaan korupsi impor daging Luthfi Hasan Ishak (LHI) terus dipertanyakan. Karena ditengarai penuh kejanggalan.
"Ada kejanggalan dalam penanganan penyidikan atas Lutfhi. Prosesnya berlangsung begitu cepat. Sangat berbeda dengan kasus lain seperti kasus Hambalang, sudah ada tersangka masih belum ditangkap dan ditahan," kata Ketua Umum Praktisi Hukum Muda Indonesia (PHAI), Sahril Harahap, Jumat (1/2/2013).
Untuk itu, pihaknya akan menemui pimpinan KPK untuk mendapatkan kejelasan informasi atas kasus tersebut. Terlebih, banyak pihak menduga bahwa KPK mendapat 'pesanan' dalam kasus ini.
"Ada dugaan KPK dipesan pihak tertentu. Ketika KPK menangani kasus besar yang ada di depan mata, sampai sekarang justru tidak selesai. Sedangkan dalam kasus Lutfhi, satu hari sudah ditangkap," katanya.
Lebih lanjut, dia meminta KPK untuk bekerja lebih profesional dalam penuntasan kasus korupsi. Pasalnya, KPK adalah barometer dan benteng terakhir pemberantasan korupsi.
Sahril juga membandingkannya dengan kasus korupsi Hambalang yang diduga melibatkan bekas Menpora Andi Mallarangeng.
"Itu sudah berbulan-bulan prosesnya dari saksi kemudian jadi tersangka. Sampai sekarang belum diproses juga. Bandingkan dengan LHI hanya dalam hitungan menit diproses lalu ditangkap. Ini kenapa? Itu pertanyaan kami," kata dia.
Sahril sepakat penegakan hukum oleh KPK dalam pemberantasan korupsi namun permasalahannya patut diduga ada unsur tebang pilih. "Patut diduga ada pesanan pihak tertentu atas kasus LHI ini. Begitu banyak kasus besar ada ada di depan mata sekian lama tidak diproses sampai sekarang,” katanya.
Sebagai praktisi hukum dari kalangan pemuda, dia pada prinsipnya mendukung segala upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. Namun dengan keganjilan terhadap proses hukum LHI itu, dia berharap ke depan KPK bisa meluruskan masalah seperti ini dan tidak terulang lagi hal serupa.
"Kita mendukung upaya pemberantasan korupsi tapi harus dilakukan adil dan tidak tebang pilih. Karena itu melanggar asas persamaan dalam pelaksanaan dan kedudukan hukum. Kami hanya meminta KPK profesional menyelesaikan kasus ini," kata dia. [zul/rob/rmol]
KOMENTAR ANDA