
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono khawatir, kebijakan tersebut untuk jangka panjang berdampak negatif terhadap ekpor Indonesia.
Dia menuturkan, kenaikan pajak tentu akan diikuti kenaikan harga jual minyak sawit. Menurutnya, kenaikan akan menyebabkan pembeli lari ke produsen lain yang menawarkan harga jual lebih menarik.
Saya kira untuk jangka panjang, pembeli akan lebih memilih CPO asal Malaysia daripada Indonesia, kata Joko kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dia menuturkan, dua importir terbesar CPO nasional, yakni India dan China sudah mulai menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan permintaan. Tahun lalu India mengimpor CPO dari Indonesia sekitar 5 juta ton.
Bila India menurunkan impor, maka target peningkatan ekspor tahun ini sulit tercapai. Ini tentu akan berdampak terhadap pengusaha. Pendapatan akan berkurang karena margin antara ongkos produksi dan laba makin tipis. Dampak lainnnya, Indonesia akan mengalami kelebihan pasokan, ujarnya.
Dia menuturkan, kekhawatirannya bukan tanda dasar. Belajar dari pengalaman, Indonesia pernah mengalami hal itu. Tahun 2006, Indonesia menguasai ekspor CPO ke Pakistan senilai 1 juta ton. Namun, diam-diam Malaysia dan Pakistan melakukan perjanjian yang untuk menurunkan bea masuk CPO yang lebih rendah. Alhasil, ekspor CPO Indonesia anjlok menjadi 70 ribu ton tahun 2010.
Joko berharap, pemerintah mengkaji ulang kebijakan menaikkan pajak CPO. Apalagi, selama ini CPO sebagai salah satu komoditas yang memberikan sumbangsih terhadap perkembangan perekonomian di dalam negeri. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA