Mulai bulan ini pemerintah berencana memberlakukan pajak baru untuk
ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sebesar 9 persen.
Sekretaris
Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko
Supriyono khawatir, kebijakan tersebut untuk jangka panjang berdampak
negatif terhadap ekpor Indonesia.
Dia menuturkan, kenaikan
pajak tentu akan diikuti kenaikan harga jual minyak sawit. Menurutnya,
kenaikan akan menyebabkan pembeli lari ke produsen lain yang
menawarkan harga jual lebih menarik.
Saya kira untuk jangka
panjang, pembeli akan lebih memilih CPO asal Malaysia daripada
Indonesia, kata Joko kepada Rakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Dia
menuturkan, dua importir terbesar CPO nasional, yakni India dan China
sudah mulai menunjukkan tanda-tanda untuk menurunkan permintaan.
Tahun lalu India mengimpor CPO dari Indonesia sekitar 5 juta ton.
Bila
India menurunkan impor, maka target peningkatan ekspor tahun ini sulit
tercapai. Ini tentu akan berdampak terhadap pengusaha. Pendapatan akan
berkurang karena margin antara ongkos produksi dan laba makin tipis.
Dampak lainnnya, Indonesia akan mengalami kelebihan pasokan,
ujarnya.
Dia menuturkan, kekhawatirannya bukan tanda dasar.
Belajar dari pengalaman, Indonesia pernah mengalami hal itu. Tahun
2006, Indonesia menguasai ekspor CPO ke Pakistan senilai 1 juta ton.
Namun, diam-diam Malaysia dan Pakistan melakukan perjanjian yang
untuk menurunkan bea masuk CPO yang lebih rendah. Alhasil, ekspor CPO
Indonesia anjlok menjadi 70 ribu ton tahun 2010.
Joko
berharap, pemerintah mengkaji ulang kebijakan menaikkan pajak CPO.
Apalagi, selama ini CPO sebagai salah satu komoditas yang memberikan
sumbangsih terhadap perkembangan perekonomian di dalam negeri. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA