post image
KOMENTAR
Kebebasan menulis belum bisa dinikmati pers di Thailand. Seorang aktivis dan eks redaktur sebuah majalah Rabu (23/1) divonis 11 tahun penjara karena dianggap menghina keluarga kerajaan melalui dua tulisan yang pernah dimuat medianya pada 2010.

Somyot Prueksakasemsuk, 51, dinyatakan terbukti telah bersalah karena menerbitkan tulisan yang menghina Raja Bhumibol Adulyadej ketika dia menjabat redaktur majalah Voice of Taksin (Voice of The Oppressed atau Suara Yang Tertindas). Majalah tersebut didedikasikan kepada mantan Perdana Menteri (PM) Thaksin Shinawatra yang terguling dan mengasingkan dirinya sendiri.

Somyot  dan majalah tempatnya dulu berkarya memang punya hubungan dekat dengan gerakan Kaus Merah yang melumpuhkan Bangkok pada 2010 saat melakukan protes antipemerintah. Kaus Merah identik dengan sosok Thaksin pula.

Majalah Voice of Taksin langsung dibreidel atau ditutup beberapa saat sebelum Somyot ditangkap. Somyot ditahan tanpa jaminan sejak April 2011. Para pendukungnya telah memprotes bahwa pria 51 tahun tersebut selama ini diperlakukan tidak wajar dan manusiawi di dalam penjara.

Dua tulisan yang dianggap menghina raja dimuat pada 2010. Saat itu, nama penulisnya disamarkan. Somyot pun ditahan setahun kemudian atau selang lima hari setelah diluncurkannya petisi yang menuntut peninjauan kembali Pasal 112. Pasal tersebut mentyinggung ancaman penjara bagi siapapun yang menghina raja.

Kemarin pengadilan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara untuk setuap tulisan yang dimuat. Lantas, setahun lagi dijatuhkan untuk kasus penghinaan lain terhadap raja yang sempat tertunda tiga tahun lalu.

Tim pengacara Somyot langsung mengajukan banding atas putusan tersebut. "Saya pastikan dia tidak bermaksud untuk melanggar Pasal 112. Dia hanya melaksanakan tugas sebagai jurnalis. Kami juga akan mengajukan penangguhan penahanan," tutur Karom Polpornklang, salah seorang pengacara Somyot.

Delegasi Uni Eropa (UE), yang sedang berkunjung ke Bangkok, langsung mereaksi putusan tersebut. "Vonis itu melanggar nilai-nilai kebebasan berekspresi dan kebebasan pers," kata jubir delegasi UE melalui pernyataan resmi. Sementara itu, Amnesti Internasional menilai keputusan Pengadilan Kriminal Bangkok itu sebagai langkah mundur bagi kebebasan berekspresi di Thailand.

Undang-undang tentang penghinaan kepada raja sengaja dirancang untuk melindungi takhta monarki Thailand yang kini diduduki Raja Bhumibol Adulyadej. Dia merupakan raja yang terlama berkuasa di dunia. Kritikus menyatakan bahwa dalam perkembangannya penerapan UU tersebut lebih bersifat politis.

"Vonis tersebut sepertinya dijatuhkan karena Somyot adalah pendukung amandemen UU tentang penghinaan raja. Bukan karena tindakannya telah melukai monarki," tuding Brad Adams, direktur Human Rights Watch wilayah Asia. [afp/rtr/ant/rob]

Kuasa Hukum BKM: Tak Mendengar Saran Pemerintah, Yayasan SDI Al Hidayah Malah Memasang Spanduk Penerimaan Siswa Baru

Sebelumnya

Remaja Masjid Al Hidayah: Yayasan Provokasi Warga!

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Hukum