MBC. Warga Israel menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan parlemen, kemarin. Meski banyak yang membenci kebijakannya, Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu kembali mengamankan posisinya untuk periode ketiga.
Tak adanya calon alternatif yang kuat, membuat masyarakat masih memilih Netanyahu yang merupakan ketua Partai Likud. Namun, meski dukungan kepadanya jauh berkurang dibandingkan 2009.
Dalam jajak pendapat menjelang pemilu, Likud bakal menang tapi gagal menjadi mayoritas utama dari 120 kursi di parlemen. Partai Likud diprediksi hanya akan mendapat 32-35 kursi. Sebelumnya, partai Likud mendapat 42 kursi.
Ini berarti, Netanyahu harus merangkul berbagai sekutu untuk membentuk koalisi guna menguasai parlemen Israel atau Knesset yang beranggotakan 120 orang.
Sadar akan posisinya itu, sehari menjelang pencoblosan, Netanyahu memohon kepada pemilih yang tidak puas dengan kepemimpinannya untuk tetap pergi ke TPS. Mereka diminta memilih Netanyahu.
Permintaan itu menyusul adanya peningkatan dukungan pada saingan Netanyahu, Naftali Bennet. Dukungan itu membuat Netanyahu khawatir suaranya hilang.
“Saya meminta bagi setiap warga negara dan orang pergi ke kotak suara. Putuskan untuk siapa anda memilih, untuk perpecahan dan kelemahan Israel atau bersatu dan Israel yang kuat bersama partai besar,” katanya.
Bennet merupakan seorang politisi muda dari sayap kanan dan memimpin Partai Jewish Home. Partai itu hanya memiliki tiga kursi di parlemen Israel. Meski baru berusia 40 tahun, Bennett mendapat dukungan di banyak kalangan anak muda Israel lantaran memiliki pandangan yang radikal ketimbang Netanyahu, terutama untuk isu politik luar negeri. Bennett justru tidak ingin adanya pengakuan atas ‘Negara Palestina’’yang sudah diakui PBB akhir November lalu.
Netanyahu (63) kini sudah menjadi satu-satunya tokoh yang memimpin Israel paling lama seperti bapak negara Israel David Ben Gurion. Namun, kembali terpilihnya Netanyahu berarti Israel semakin berhaluan kanan dan jauh dari kondisi berdamai dengan Palestina dan akan terus bersitegang dengan Iran.
Selama empat tahun terakhir ini, Netanyahu memang tidak mendapatkan banyak masalah besar. Namun, analis menganggap kepemimpinan Netanyahu sangat minim sisi diplomasinya.
Berbeda dengan pendahulunya, Ehud Barak yang menawarkan penarikan pasukan dari Jalur Gaza atau menginginkan perdamaian di Suriah dan Palestina.
“Dia (Netanyahu) berhasil dalam tidak membuat perubahan dan dia juga tidak bisa disalahkan atas apapun. Masalahnya, dia sama sekali tidak melakukan apapun untuk memperbaiki citra Israel,” kata Reuven Hazan, professor ilmu politik dari Hebrew University, Yerusalem.
Lebih dari 10 ribu tempat pemungutan suara (TPS) di Israel dibuka, kemarin. Sekitar 6 juta pemilih yang terdaftar. Dalam pemilu kali ini 32 partai politik tengah berlaga. Hasil resmi dari pemilu diumumkan Rabu siang (23/1) waktu setempat. [Harian Rakyat Merdeka/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA