MBC. Terdakwa kasus korupsi Dana Bantuan Sosial Pemprovsu Tahun Anggaran 2009, Adi Sucipto membantah keterangan dari saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kamis (17/1). Terdakwa selaku penerima sekaligus perantara bansos yang diduga korupsi dana bantuan sosial Pemprovsu TA 2009, membantah saksi yang mengatakan terdakwa memiliki delapan yayasan.
Adi Sucipto didudukkan di kursi pesakitan untuk mendengarkan keterangan saksi.
Kali ini saksi R Turnip, pensiunan PNS pada inspektorat Provinsi Sumut tahun 2009, bertugas sebagai inspektur pembantu di inspektorat Pemprov Sumut, hadir dan menerangkan jika terdakwa Adi Sucipto memiliki delapan yayasan yang dikelola secara langsung.
"Terdakwa memiliki delapan yayasan dia (terdakwa) pengelola dan pemiliknya langsung. Yayasan berjalan sendiri-sendiri tetapi ada di satu lokasi. Delapannya menerima bantuan. Itu sesuai temuan BPK RI dan saya meneruskan dengan turun ke lapangan. Saya menyebutkan delapan adalah berdasarkan LHP BPK RI," ujarnya.
Mendengar keterangan saksi Adi Sucipto di hadapan Majelis Hakim Suhartanto, langsung membantah dan menerangkan jika yang ia miliki hanyalah dua. "Bahwa kesaksian saksi yang menyebutkan saya memiliki delapan yayasan tidak benar. Saya hanya memiliki dua yayasan saja. Dan yang disebutkan saksi lainnya, bagian dari yayasan itu sendiri," ujarnya
Seperti diketahui, Adi Sucipto selaku penerima sekaligus perantara bansos diduga memotong dari bantuan yang diurusnya sebesar 50 persen sampai 65 persen.
Dalam dakwaannya JPU menyebutkan dana pemotongan itu untuk uang pengurusan dan operasional lainnya. Terdakwa juga menyakinkan dana pemotongan ini untuk pengamanan agar tidak ada masalah dikemudian hari.
Tercatat ada 17 proposal yang diurus terdakwa yang bekerjasama dengan saksi Syawaluddin (berkas terpisah) dan Masrizal. Ke-17 proposal yang diurus terdakwa antara lain, Yayasan Persiapan Bangsa, Yayasan Pendidikan Nurul Hasanah, Taman Bacaan Pertiwi, Panitia Pembangunan Mesjid An Nawawi, Panitia Renovasi Pembangunan Mesjid Istiqomah, Yayasan Perguruan Al Jihad, dan lainnya.
Meskipun melakukan pemotongan, terdakwa membuat laporan sesuai dengan yang diterima dari Pempropsu. Akibat pemotongan tersebut negara mengalami kerugikan negara sebesar Rp1. 425.750.000. Dari dana tersebut, Syawaluddin mendapatkan Rp250 juta dan Masrizal sebesar Rp60 juta.
Terdakwa sendiri mendapatkan sebesar Rp1.142.750.000. Dengan rincian antara lain, dari Yayasan Mekar Sari sebesar Rp75 juta, Yayasan Perguruan Al Jihad sebesar Rp97.500.000, Yayasan Islam Al Jihad sebesar Rp97.500.000, Panitia Renovasi Pembangunan Mesjid Istiqomah sebesar Rp30 juta, Panitia Pembangunan Mesjid An Nawawi sebesar Rp60 juta, dan lainnya.
Bahkan, dari sejumlah nama-nama yayasan yang bantuannya diurus terdakwa, ada dua kali mendapatkan bantuan dalam setahun yakni, Yayasan Khairani. “Terdakwa memberikan laporan fiktif atas bantuan yang diterima. Terdakwa juga melakukan pemotongan langsung kepada penerima begitu dana bansos dicairkan,” ungkap Netty saat membacakan dakwaan beberapa waktu lalu.
Atas perbuatannya terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 UU No20/2001 tentang tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 KUHPidana. Terdakwa didakwa sebagai orang yang melakukan, menyuruh melakukan atau turut melakukan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahi kewenangan, kesempatan atau sarana padanya.[ans]
KOMENTAR ANDA