Mungkin saja Presiden SBY merasa telah banyak melakukan pembuktikan sebagai pemimpin yang demokratis. Karena itu dia berani menyatakan pandangan skeptisnya atas mimpi rakyat akan kepemimpinan yang kuat.
"SBY sangat demokratis. Dan sikap demokratis sangat berlawanan dengan otoritarian," kata pakar psikologi politik, Hamdi Muluk, kepada Rakyat Merdeka Online, sesaat lalu (Rabu, 16/1/2013).
Hamdi menyatakan pandangannya terhadap kuliah umum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Indonesia Democracy Outlook yang digelar Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Hotel Borobudur, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta, kemarin. Menurut SBY, tokoh yang dipersepsikan sebagai strongman justru potensial membahayakan kehidupan demokrasi yang sedang dibangun bangsa Indonesia. Karena itu lebih baik memperkuat sistem dan institusi demokrasi yang ada.
Namun, menurut Hamdi Muluk, kerinduan rakyat akan pemimpin yang kuat merupakan akumulasi dari kritik rakyat terhadap kepemimpinan Presiden SBY yang tidak tegas.
"Bahkan, The Economist pernah menyebut SBY seperti lame duck (bebek lumpuh)," kenangnya.
Sudah terbukti, rakyat menganggap SBY peragu, tidak mau ambil risiko, dan tidak mau mengorbankan popularitasnya demi kebijakan yang dibutuhkan rakyat banyak.
"Sekarang, dengan begitu kita butuh pemimpin untuk tutupi kelemahan itu. Tapi salah kalau dia katakan pemimpin kuat itu pasti otoriter. Saya katakan sekali lagi, rakyat tidak akan memilih tokoh otoriter. Mereka yang otoriter pasti ditumbangkan," tegasnya.
Hamdi katakan, publik pun tak seharusnya salah kaprah mengenai kepemimpinan yang kuat itu. Dia menyadari, ada kecenderungan bahwa opini masyarakat tentang pemimpin kuat saat ini mengarah ke satu sosok tokoh nasional, Letjen (Purn) Prabowo Subianto. Hal itu tercermin dari banyak hasil survei lembaga riset politik. Padahal, Prabowo belum memberikan pembuktian apapun.
"Belum tentu harapan rakyat itu akan ditemukan di sosok Prabowo. Belum ada bukti dia (Prabowo) bisa ambil keputusan cepat dan tegas. Malah ada banyak orang meragukan, kayaknya Prabowo ini lebih dekat ke sosok otoriter," ungkapnya.
Hamdi Muluk melihat, tokoh yang kuat dan tegas itu lebih jernih terlihat pada figur mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karena, Kalla pernah terlibat dalam pengambilan keputusan. Beberapa keputusan itu kontroversial dan mengancam popularitas pemerintahannya saat menjadi pendamping SBY.
"Sedangkan Prabowo Subianto belum punya pembuktian sebagai orang yang tegas dan kuat dalam pengambilan keputusan untuk negara ini. Masyarakat harus cermat bedakan, jangan tertipu," tandasnya. [ald/rob/rmol]
KOMENTAR ANDA