MBC. Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Siti Hartati Murdaya hukuman penjara selama lima tahun dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Dalam surat tuntutan JPU setebal 300 halaman diketahui Hartati secara terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi berupa menyuap Bupati Buol Amran Batalipu senilai Rp 3 miliar guna pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan milik Hartati di Buol Sulawesi Tengah
"Terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi No. 31/1999 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 kesatu," kata Jaksa KPK Edy Hartoyo di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (14/1).
Menurut Edy, seluruh unsur dalam pasal 5 telah terbukti selama proses persidangan. Unsur orang perorangan, unsur memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara dan unsur untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya bisa dibuktikan dari keterangan saksi di persidangan.
Dari tuntutan diuraikan Hartati, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama Arim (Financial Controller PT HIP), Totok Lestiyo (Direktur PT HIP), Gondo Sudjono (Direktur Operasional PT HIP), dan Yani Anshori (General Manager Supporting PT HIP) melakukan beberapa perbuatan yang dapat dipandang sebagai perbuatan berlanjut, memberi atau menjanjikan sesuatu berupa uang senilai total Rp 3 miliar ke Amran selaku Bupati Buol.
Menurut jaksa, pemberian uang senilai total Rp 3 miliar tersebut dilakukan agar Amran membuat surat yang ditujukan kepada Gubernur Sulawesi Tengah supaya memberi rekomendasi untuk menerbitkan IUP dan membuat rekomendasi kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional sehubungan dengan kepengurusan HGU atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM) atau PT HIP atas lahan seluas 4.500 hektar, serta atas sisa lahan lainnya seluas 75.000 atas nama PT CCM dan PT HIP yang belum ada HGU-nya agar lahan tersebut tidak diberikan kepada PT Sonokeling Buana.
Adapun, penjelasan saksi ahli Yusril Ihza Mahendra yang menyebut bahwa uang itu adalah sumbangan Pilkada karena Amran adalah seorang incumbent dimentahkan oleh jaksa dalam tuntutan itu.
Jaksa mengungkapkan uang senilai Rp 3 miliar tersebut bukanlah uang sumbangan. Melainkan uang untuk mengurus surat-surat terkait hak guna usaha PT Citra Cakra Murdaya (PT CCM). Selain itu, dalam catatan pengeluaran keuangan PT CCM tidak tercatat pengeluaran uang Rp3 miliar sebagai sumbangan Pilkada.
"Serta melihat dari jumlah uang Rp 3 miliar menyalahi aturan sumbangan Pilkada. Juga bukti rekaman menunjukan uang tersebut adalah barter karena Amran sudah menandatangani surat-surat pengurusan hak guna usaha tersebut," sambung Edy.
Dalam memberikan tuntutan, JPU mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Hartati. Menurut JPU, Hartati tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak secara terus terang mengakui perbuatannya, menyebabkan tidak optimalnya investasi di kawasan Indonesia Timur khususnya Kabupaten Buol, memperluas lahan dilakukan secara tidak sehat padahal bisa dimanfaatkan untuk keadilan sosial masyarakat. Terakhir perbuatan terdakwa memobilisasi masa mengganggu proses perkara
Menanggapi tuntutan JPU, Hartati dan penasihat hukumnya akan mengajukan nota pembelaan. Majelis hakim yang diketuai Gusrizal menunda persidangan itu dan dilanjutkan kembali pada Senin (21/1).
"Karena pihak terdakwa atau penasihat hukumnya mengajukan pembelaan maka, persidangan ditunda dan dilanjutkan pada Senin (21/1) dengan agenda penyampaian nota pembelaan dari terdakwa," kata Gusrizal. (flo/rob/jpnn)
KOMENTAR ANDA