MBC. Komisi VII DPR mengusulkan pemberian punishment (sanksi) kepada pemerintah jika tahun ini gagal melakukan renegosiasi kontrak karya (KK), khususnya perusahaan kakap sekelas Freeport dan Newmont.
Hal ini menyikapi belum tuntasnya renegosiasi kontrak karya meski tim evaluasi renegosiasi telah dibentuk tahun lalu.
Anggota Komisi VII DPR Totok Daryanto mengatakan, proses renegosiasi kontrak karya, khususnya dengan Freeport, harus dipercepat agar kerugian negara dari perusahaan yang menambang emas dan tembaga di Papua itu tidak semakin besar.
“Peneriman yang diperoleh negara dari Freeport masih relatif kecil, tak sebanding dengan pendapatan mereka. Bahkan royalti mereka lebih kecil dari perusahaan tambang lain,” ujar Totok.
Anggota Fraksi PAN itu mengimbau pemerintah tidak mengulur-ulur waktu menyelesaikan renegosiasi dengan perusahaan-perusahaan tambang besar, salah satunya Freeport.
Menurut dia, pemerintah sebenarnya tidak membutuhkan kesepakatan atau persetujuan dari Freeport dalam renegosiasi karena sudah ada dasar hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
“Selama ini royalti yang dibayarkan Freeport untuk komoditas tembaga 1,5-3,5 persen serta emas dan perak 1 persen. Padahal, jika dibanding di negara lain persentase royalti itu tergolong sangat rendah,” paparnya.
Anggota Komisi VII DPR Dewi Aryani menilai, energi adalah masa depan bangsa demi keberlangsungan kehidupan negara. Karena itu, pemerintah harus serius dan radikal menyelesaikan soal renegosiasi.
“Semua menjadi risiko bangsa dan masyarakat. Pemerintah kita lembek, karenanya semua elemen harus bergerak merealisasikan berbagai kepentingan nasional terkait sumber-sumber daya energi kita,” jelasnya.
Dewi juga mengaku setuju dengan usulan Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima membentuk Panitia Kerja (Panja) Gabungan yang meliputi Komisi VI, Komisi VII dan Komisi XI DPR. “Saya sepakat dengan Panja Gabungan itu,” cetus politisi PDIP itu.
Dia menegaskan, pemerintah harusnya tidak mengulur-ulur waktu. Kalau perlu, ada punishment yang dijatuhkan jika tahun ini gagal melakukan renegosiasi kontrak karya.
“Punishment bisa macam-macam, misalnya mengevaluasi kinerja menterinya. Tidak perlu menunggu akhir tahun, ditantang saja deadline renegosiasi kapan. Cara lainnya, paparkan di media massa progress renegosiasi selama ini secara transparan supaya rakyat tahu bagaimana upaya pemerintah soal ini. Biar publik akan menilai,” pungkas Dewi.
Untuk diketahui, Wakil Ketua Komisi VI DPR Aria Bima pernah mengatakan, pemerintah sudah sering mengeluarkan statement sulitnya renegosiasi ini. Bahkan, hingga tahun ini pemerintah belum punya target batas waktu menuntaskan renegosiasi tersebut meski Tim Evaluasi renegosiasi kontrak karya (KK) yang dibentuk Januari 2012 dan bertugas sejak penandatanganan Keppres No.3/2012 hanya punya waktu sampai Desember 2013.
Untuk itu, dia mengusulkan rencana pembentukan Panja Gabungan. “Kita usulkan pada pimpinan DPR. Komisi VII, IX dan VI DPR mengevaluasi lagi seluruh preposisi kepentingan nasional dalam kepentingan kontrak karya yang mau habis dan sudah habis,” ucap Aria.
Anggota Komisi VII DPR Satya W Yudha juga meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) secepatnya menyelesaikan proses renegosiasi dengan perusahaan tambang. “Kita minta renegosiasi itu dijalankan dengan cepat, tidak mau berlarut-larut,” kata Satya.
Dengan mendorong renegosiasi harga gas domestik dan harga gas Tangguh, katanya, dapat meningkatkan pendapatan migas yang dipatok saat ini Rp290 triliun.
Kementerian ESDM mengakui, proses renegosiasi kontrak karya dengan Freeport dan Newmont masih terjadi tarik ulur.
Bekas Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini mengaku, belum rampungnya urusan renegosiasi dengan perusahaan besar tersebut lantaran terkendala sejumlah poin yang diajukan pemerintah belum mau disetujui.
Meski demikian, Rudi berjanji, tahun ini semua renegosiasi akan dirampungkan pemerintah hingga dapat meningkatkan penerimaan negara dari renegosiasi tersebut. “Yang gede gitu mah nanti sajalah, akhir tahun. Yang pasti, kita punya niat untuk bereskan semua renegosiasi kontrak,” ujar Rudi. [Harian Rakyat Merdeka/rmol/ans]
KOMENTAR ANDA