Dirjend Pembinaan Hubungan Industrial (PHI) dan Jaminan Sosial (Jamsos) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) berkomitmen akan menindaklanjuti laporan dari Partisipasi Indonesia (PI) terkait dengan dugaan pelanggaran UU Keteangakerjaan berupa outsourcing yang telah dilakukan Sampoerna (Philip Morris Indonesia).
Managing Director PI, Arie Ariyanto, mengatakan, dalam pertemuan secara tertutup dengan pihak Dirjend PHI dan Jamsos Kemenakertrans kemarin (11/1), pihak PI telah mengurai secara rinci hasil penelitian PI terhadap permasalahan ketenagakerjaan yang dilakukan Sampoerna terhadap buruh linting. Salah satunya, ungkap Arie, Sampoerna masih memberlakukan sistem outsourcing terhadap para pekerjanya.
"Dalam laporan tahunan dan berbagai kesempatan, Sampoerna mengklaim memberi kontribusi dengan menyerap tenaga kerja hingga 80.300 pekerja. Padahal, dengan skema itu 80 persen pekerjanya adalah berstatus outsourcing, bukan pekerja tetap," ujar Arie dalam pers rilisnya, Sabtu (12/1).
Usai memaparkan persoalan ketenagakerjaan yang dilakukan Sampoerna, Arie mengatakan, bahwa Dirjend PHI berkomitmen akan menjadikan laporan PI sebagai pijakan dalam mengungkap data dan fakta obyektif, sehingga dalam melakukan tindak lanjut didasari studi kasus secara ilmiah. Apalagi, dipastikan Arie, peneltian ini dilaksanakan oleh lembaga yang independen dengan kredibilitas yang baik.
"Dalam kesempatan itu, Bapak Dirjend PHI menyampaikan, apabila dalam temuan penelitian ini ternyata terungkap data dan fakta obyektif yang dapat menjadi dasar untuk ditindaklanjuti oleh kementrian, maka kasus ini merupakan kasus ketenagakerjaan kedua kalinya yang dilakukan oleh Sampoerna," kata Arie.
Sebagai informasi, audiensi antara pihak PI dan Dirjen PHI Jamsos Kemenakertrans itu merupakan tindaklanjut Kementerian, atas laporan hasil penelitian yang dikirimkan oleh PI pada 8 januri 2013. Adapun agenda utama dalam pertemuan tertutup itu membicarakan tindak lanjut temuan penelitian tentang dugaan pelanggaran ketenagakerjaan oleh Sampoerna (Philip Morris Indonesia), Pasal 66 UU No 13 tahun 2003 dan Permenakertrans No 19 Tahun 2012.
Pelanggaran yang dimaksud adalah praktek yang dijalankan oleh Sampoerna yaitu penyerahan produksi inti (core) yaitu pelintingan rokok, pada pihak ketiga (Third Party Operation).Sistem produksi ini menggunakan Mitra Produksi Sigaret (MPS), dimana saat penelitian ini dilaksanakan, Sampoerna memproduksi rokok (sigaret kretek tangan/SKT) dengan mempergunakan 38 MPS yang tersebar di Pulau Jawa, yang secara keseluruhan memiliki lebih dari 60.000 orang karyawan berstatus outsourcing. Sementara jumlah ‘karyawan tetap’ Sampoerna yang mengoperasikan delapan pabrik rokok (6 pabrik sigaret kretek tangan/SKT dan 2 pabrik sigaret kretek mesin/SKM) dan mendistribusikan melalui 65 kantor penjualan di seluruh Indonesia hanya sekitar 28.300 orang. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA