Penolakan majelis ulama dan pemerintah Sampang terhadap intervensi pihak luar bukan tanpa alasan. Pasalnya Kementerian Agama Sampang sudah melakukan usaha rekonsiliasi demi menyatukan kembali warga Syiah dan warga Sunni untuk hidup berdampingan dengan damai di kabupaten yang memili ratusan masjid dan pesantren itu.
Menurut Ketua Tim Rekonsiliasi Sunni-Syiah Sampang, Hamid, beberapa waktu lalu, pertemuan rekonsiliasi tersebut melibatkan ulama dan masayarakat dari Sunni maupun Syiah Sampang, terutama yang berasal dari daerah konflik. Rekonsiliasi pun dihadiri oleh MUI Jawa Timur dan Sampang, juga melibatkan perwakilan pemerintah Sampang seperti Kesbangpol dan pemerintah Jawa Timur.
"Isinya ingin meluruskan kesalahpahaman, namun sebetulnya sudah ada kata-kata dalam bahasa Madura kerong untuk bersatu, yang artinya rindu untuk bersatu," tegas Hamid.
Menurut Hamid, tiga kali pertemuan sudah digelar pada bulan Desember lalu. Pettemua digelar di Hotel Arca Mojokerto, di Hotel Sun City Surabaya dan di Hotel Fortuna surabaya.
"Jadi sebetulnya di tataran grassroot, masyarakat Sunni dan Syiah Sampang sudah ingin bersatu, namun masih sulit ditataran ulama antar Sunni dan Syiah dengan fatwa sesat itu," demikin Hamid
Berdasarkan penelesuran, warga Sunni yang berada di Sampang sebetulnya ingin agar sesama masyarakat Sampang bersatu, apapun latar belakangnya.
"Yang penting tidak saling ganggu sesama orang Sampang, kita tidak apa-apa hidup berdampingan, kasian juga kalau ngeliat orang Sampang ada yang ngungsi padahal tidak tahu apa-apa," demikian ujar sumber warga Sampang yang tak ingin disebut namanya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA