MBC. Sepanjang tahun 2012, Pusaka Indonesia mencatat ada 218 anak yang menjadi korban dari tindak kekerasan, pencabulan, eksploitasi dan perlakuan salah lainnya.
Data ini dihimpun dari berbagai media massa baik lokal maupun nasional dan kasus-kasus yang ditangani langsung oleh Yayasan Pusaka Indonesia.
"Ini menunjukkan anak masih menjadi kelompok yang rentan dari tindak kekerasan yang dilakukan orang dewasa dan juga teman sebayanya," ujar staf Divisi Anak dan Perempuan Mitra Lubis, SH dalam siaran pers yang diterima medanbagus.com, Senin (07/01/2013).
Data Pusaka Indonesia, Kota Medan merupakan daerah tertinggi terjadinya anak yang menjadi korban tindak kekerasan mencapai 72 korban, kemudian di urutan kedua Kabupaten Deli Serdang dengan 29 korban, disusul Kabupaten Serdang Bedagai.
Sedang ditinjau dari pelaku, ada 63 orang yang tidak dikenal merupakan pelaku kekerasan terhadap anak, kemudian pacar sebanyak 38 orang dan tetangga 30 orang.
Pendidikan korban, SMA mencapai 74 korban, kemudian SMP 66 korban, dan SD 36 korban. Usia yang paling rentan terjadinya tindak kekerasan terhadap anak yang paling dominan di usia 15-16 tahun mencapai 60 korban dan usia 17-18 tahun mencapai 56 korban.
Diyakini Mitra Lubis, kasus kekerasan yang menimpa anak masih sangat banyak dan tidak terungkap ke permukaan. "Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesejahteraan dan melindungi hak-hak warga negaranya, termasuk hak-hak anak," ungkap Mitra
Negara harus menjamin hak hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi setiap anak, sebagaimana yang diamanatkan UU Perlindungan Anak No.23 tahun 2002.
Sudah begitu banyak undang-undang beserta turunannya yang mencantumkan dan mengatur hak-hak anak, akan tetapi kenyataannya semakin banyak pula ditemukan anak yang berkonflik dengan hukum.
"Hal ini tentu saja mengundang pertanyaan kita semua, mengapa ini bisa terjadi pada generasi muda kita," ujar Mitra.
Kasus-kasus pencabulan, penganiayaan, pemerkosaan, pembunuhan, eksploitasi, trafiking dan lainnya yang banyak menimpa anak-anak, harus segera dituntaskan dan menghukum pelakunya semaksimal mungkin sehingga akan memberikan efek jera bagi pelaku maupun orang yang mempunyai niat jahat, jangan sampai ada tebang pilih.
Sedang untuk anak sebagai pelaku, penanganannya diatur dalam UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dan peraturan terbaru yakni UU No.11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang akan diberlakukan nantinya. Diharapkan dengan adanya undang undang ini, anak sebagai pelaku tetap mendapatkan pembinaan mental dan emosional agar dapat berkembang secara wajar.
Artinya, kata Mitra Lubis, pada tahun 2013 ini, harapan besar diletakkan pada semua elemen di atas agar tetap mengenali dan memenuhi tugas-tugasnya dalam mengawal perlindungan anak. “Karena kegagalan melindungi anak-anak akan mengancam pembangunan nasional dan menimbulkan efek negatif bagi kelanjutan cita-cita bangsa dan negara ini,” pungkasnya. [ded]
KOMENTAR ANDA