Masalah susah makan (picky eater) pada anak usia 6 bulan hingga 6 tahun
jangan dianggap remeh. Jika dibiarkan terlalu lama, bisa menyebabkan
gangguan infeksi saluran kemih kronis sampai masalah kejiwaan. Bahkan
ketika dewasa, anak berisiko dua kali lipat terkena penyakit degeneratif
seperti jantung, diabetes dan kanker.
Faktor gangguan bicara,
pengecapan hingga sensitivitas akan rasa kenyang yang berlbihan,
salah satu penyebab anak mengalami masalah sulit makan.
Menurut
dokter spesialis anak dari Brawijaya Women and Children Hospital Attila
Dewanti, anak yang susah makan akan mengganggu pertumbuhan badan anak
menjadi lebih pendek, dengan berat badan kurang, yang tidak sesuai
usianya.
"Saat ini, ada sekitar 20 hingga 30 persen anak usia 6
bulan sampai 6 tahun, mengalami masalah sulit makan. Selain itu, anak
yang lahir prematur sekitar 40 hingga 70 persen berisiko mengalami
gangguan makan dibanding lahir normal," ungkap Attila Dewanti dalam
seminar media bertajuk 'Solutions for Toddler Feeding Problems' di
Jakarta, Minggu (16/12).
Menurut Attila, masalah sulit makan
pada anak harus segera ditangani karena bisa mengganggu pertumbuhan
anak dan menyebabkan gangguan kronis.
Dia mengatakan,
sekitar 86 persen mengalami serangan penyakit kronis akan dialami
ketika anak berusia 20 tahun, sebanyak 43 persen pada usia 16 sampai 20
tahun dan 33 persen antara usia 11 hingga 15 tahun.
"Kelainan
kronis yang disebabkan sulit makan juga bisa mengakibatkan infeksi
saluran kencing, keganasan, kelainan endokrin dan metabolik, serta
gangguan neurologis atau persyarafan hingga gangguan
psikologis,"beber Attila.
Masalah sulit makan, kata dia, bisa
terjadi pada usia 4 tahun dan itu otomatis mengganggu tumbuh kembang
anak. Seperti berat dan tinggi badan, karena di usia 4 tahun
merupakan masa emas pertumbuhan sang anak.
"Risiko kematian
anak sulit makan bisa meningkat tiga kali lebih besar dibanding penyebab
kematian lainnya pada anak remaja," terangnya.
Angka kematian
remaja akibat anorexia nervosa atau penolakan makan untuk
mempertahankan berat badan mencapai 3,9 persen, dan akibat bulimia
nervosa atau kelainan cara makan secara berlebihan mencapai 5,2
persen.
Psikolog dari Brawijaya Women and Children Hospital
Febria Indra Hastati mengatakan, kesulitan makan pada anak terkadang
dianggap biasa pada orangtua sehingga penanganannya kurang
diperhatikan.
"Konsultasikan ke dokter karena anak sulit makan
mengalami kekurangan gizi. Setidaknya dengan berkonsultasi, akan
diketahui masalah yang menyebabkan anak picky eater sehingga dapat
diberikan bantuan suplemen untuk mendongkrak gizi anak,"sarannya.
Menurut
Febria, orangtua harus lebih inovatif menyajikan menu makanan.
Karena, anak-anak cenderung lebih tertarik dengan suatu hal yang tak
biasa dan dengan rasa penasaran anak ingin mencicipi makanan tersebut.
"Terkadang
orangtua justru salah mempersepsikan mengenai jumlah atau jenis
makanan. Padahal, masalah pengecapan tidak semua orang memiliki jenis
yang sama,"tandasnya.
Penderita Picky Eater Cenderung Mudah Marah & Sering Mengamuk
Psikolog
dari Brawijaya Women and Children Hospital Febria Indra Hastati
bilang, anak susah makan sering disertai dengan gangguan perilaku
lain, mulai dari yang ringan sampai berat. Seperti gangguan emosi yang
tidak terkontrol (impulsif).
"Gangguan impulsif itu biasanya
ditandai mudah marah, sering berteriak, mengamuk, keras kepala, suka
membantah atau negativisme. Belum lagi, agresif meningkat hingga sering
memukul kepala sendiri atau orang lain. Semua kemauan harus diikuti,
tidak bisa tidak mengantre, jail dan usil," ungkap Febria pada
seminar bertema 'Solutions for Toddler Feeding Problems' di Jakarta,
Minggu (16/12).
Dia mengingatkan, gangguan sulit makan yang
berlangsung lama, jangan dianggap sepele. Sebab, bisa menyebabkan
komplikasi dan mengganggu tumbuh kembang anak. Salah satu
keterlambatan penanganan masalah sulit makan adalah pemberian
vitamin, tanpa mencari penyebabnya. Karena, penyebab kesulitan
makan sebagian besar adalah masalah psikologi anak.
"Makanya
sangat penting untuk mengatasi problem makan dari sisi kejiwaan. Yang
paling utama, orangtua harus menghindari rasa cemas yang berlebih, lalu
ciptakan suasana tenang dan menyenangkan dalam rumah," saran Febria.
Selanjutnya,
orangtua dianjurkan untuk mengenalkan makanan baru secara bertahap.
Anak diminta mencium dan menyentuh makanan yang baru secara berulang
kali.
"Hindari gangguan kegiatan saat makan seperti menonton
televisi, membaca buku atau bermain dengan mainan mereka. Hal seperti
ini harus dijauhkan karena akan mengganggu fokus anak ketika makan,"
jelasnya.
Orangtua diminta untuk lebih memperhatikan kondisi
anak, karena jika salah penanganannya, kondisi anak tidak akan
membaik. Yang sering terjadi, justru kesulitan makan dianggap dan
diobati sebagai infeksi tuberkulosis yang belum tentu benar diderita
anak.
"Penanganan gangguan bobot berat badan dan kesulitan makan
pada anak yang optimal, diharapkan dapat mencegah komplikasi yang
ditimbulkan sehingga dapat meningkatkan kualitas anak dalam tumbuh
kembangnya sampai dewasa, " terang Febria. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA