post image
KOMENTAR
Tumpukan sampah itu berserakan dimana-mana. Meski tak menyebarkan bau yang menyengat, namun sampah yang terdiri dari sampah kering dan sampah basah itu tetap saja merusak pemandangan.

Pemandangan sampah itu terlihat hampir di semua pojok dan sisi di komplek Keraton Surosowan, Banten. Keraton ini merupakan peninggalan Kesultanan Islam Banten,  yang dibangun sekitar tahun 1522-1526 pada masa pemerintahan Sultan pertama Banten, Sultan Maulana Hasanudin.

Sultan Hasanudin sendiri adalah putera dari Sunan Gunung Djati, yang merupakan salah satu bagian dari Wali Songo, penyebar Islam di Pulau Jawa. Awalnya, sebelum Kesultanan Banten berdiri, kawasan Banten berada dalam genggaman kekuasaan Padjajaran yang berpusat di Kota Bogor.

Dengan luas sekitar tiga hektar, Keraton Surosowan dikelilingi oleh dinding setinggi dua meter. Bangunan di dalam dinding tidak ada lagi yang utuh, dan hanya menyisakan runtuhan dinding dan pondasi kamar-kamar berdenah persegi empat yang jumlahnya puluhan.

Salah satu sudut paling terkenal di Keraton Surosowan ini adalah bekas kolam taman, yang dinamakan Bale Kambang Rara Denok. Kolam ini berbentuk persegi empat dengan panjang 30 meter dan lebar 13 meter.

Di luar dinding keraton, di sebelah barat, ada mesjid Agung. Dan kini, hampir di sekeliling dinding ini dipenuhi pedagang; hampir di semua sudut, dan tidak tertata dengan rapi. Selain sampah, warung-warung kecil yang berjajar pun tidak tertata rapi pun membuat wibawa keraton ini seakan sirna, dan tak ubahnya seperti pasar tradisional yang kumuh.

Bila mau masuk ke komplek masjid, harus melewati kotak amal yang dijaga seorang penjaga. Sebagaimana tempat wisata lain, penjaja barang dagangan, atau tukang foto siap-siap menghadang; menawarkan jasa dan barang.

Menurut salah seorang penjaga masjid yang ditemui pada Sabtu lalu (22/12), komplek Keraton ini dikelola oleh keluarga keturunan Sultan Maulana Hasanuddin. Bila pun ada bantuan dari pemerintah daerah, itu pun hanya sedikit dan diberikan bila ada momentum seperti perayaan maulid Nabi.

Kondisi ini tentu saja cukup memprihatinkan. Padahal Keraton ini merupakan simbol kajayaan Banten, terutama di era Sultan Ageng Tirtayasa. Dan jauh sebelum kesultanan Banten, di era Padjajaran, pelabuhan yang tak juga dari komplek kerajaan ini merupakan pelabuhan terbesar kedua setelah Sunda Kelapa.

Di sebelah utara keraton memang ada Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama. Namun sayang, museum dengan luas tanah sekitar 10.000 m2 ini juga tidak terawat dengan baik. [rmol/hta]
 

Komunitas More Parenting Bekerja Sama Dengan Yayasan Pendidikan Dhinukum Zoltan Gelar Seminar Parenting

Sebelumnya

Sahabat Rakyat: Semangat Hijrah Kebersamaan Menggapai Keberhasilan

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Komunitas