Perubahan lingkungan dan pola hidup harus diwaspadai. Sebab, perubahan
tersebut menyebabkan manusia hidup dalam radikal bebas, yang bisa
mengakibatkan penyakit degeneratif seperti jantung, stroke, dan kanker.
Untuk menangkalnya diperlukan air antioksidan.
Radikal bebas
adalah molekul berbahaya yang dihasilkan tidak hanya dari faktor
eksternal atau lingkungan seperti polusi, asap rokok dan sinar
ultraviolet, melainkan dari dalam diri melalui apa yang dikonsumsi.
Pakar
kesehatan dari Rumah Sakit Gading Pluit/Klinik Millenium dr Bing
Handoyo mengatakan, radikal bebas ada di mana-mana. Termasuk makanan
dengan kadar gula tinggi, garam berlebih dan olahraga berlebihan.
Olahraga sampai ngos-ngoson, kata dia, akan menimbulkan banyak
radikal bebas dalam tubuh.
Tanda-tanda seseorang terkena radikal
bebas antara lain banyak bintik-bintik hitam di tubuh, kulit kusam
dan berkemih, air kencing berwarna kuning atau kuning kecoklatan.
Untuk
menangkal radikal bebas tersebut, menurut Bing, tubuh memerlukan
antioksidan. Sumber antioksidan berasal buah dan sayuran, suplemen,
seperti vitamin A, C, E dan mineral melanin dan C sebagai antioksidan
utama serta air putih.
Untuk diketahui, 70 persen tubuh manusia
sebetulnya sudah terdiri dari air. Jika melakukan sesuatu dengan air,
sudah pasti kebutuhan air terkoreksi. Air yang mengandung antioksidan
jika dikonsumsi secara teratur, maka 70 persen tubuh selalu terpenuhi.
"Air
antioksidan selain mengandung hidrogen aktif yang berfungsi menangkal
radikal bebas, juga mengandung alkalin untuk mengembalikan tubuh yang
dalam keadaan asam tinggi menjadi basah kembali," kata Bing pada
peluncuran dua teknologi bidang kesehatan, yakni Miracle Doctor sebagai
penghasil air antioksidan dan Healing Wave untuk meminimalisir
penyakit radikal bebas di Jakarta, Rabu (19/12).
Bing
mengatakan, minum air antioksidan sehari 2-3 liter setara dengan
mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran per hari. Pasalnya, secara
normal tubuh manusia itu basah dengan tingkat keasaman hanya 7,4
persen. Tetapi karena asupan yang tidak benar, misalnya terlalu banyak
mengkonsumsi lemak, gula, makanan mengandung gurih yang teroksidasi
menjadi asam urat, menjadikan tubuh jatuh dalam keadaan asam.
Dengan
kata lain, awalnya tubuh manusia 80 persen bersifat alkalin, dan 20
persen adalah asam. Namun, karena perubahan lingkungan dan pola hidup
menyebabkan keadaan tersebut menjadi sebaliknya.
Salah satu
tandanya, adalah dari bau mulut. Anak kecil tidak bau mulut, namun
keadaan sebaliknya terasa setelah semakin besar dan dewasa. "Semakin
asam tubuh seseorang semakin bau mulutnya," jelasnya.
Meningkatnya
keasaman pada tubuh, antara lain karena pangan yang dikonsumsi tidak
lagi asli. Seperti penambah rasa atau MSG, pemanis buatan dan pewarna
buatan merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keasaman pada tubuh.
"Antioksidan
sama dengan air alkalin yang baik untuk mengalkalin tubuh manusia
yang dalam keadaan asam tinggi menjadi basah kembali," katanya.
Antioksidan
juga dapat mencegah penyakit mag kambuh. Namun, bagi penderita mag
akut disarankan hanya minum setengah sampai segelas agar tidak
memberatkan pencernaan.
Pakar air Reserve Osmosis sekaligus
Product Manager Advance Yulianto menambahkan, untuk mencegah penyakit
tersebut, perlu mengkonsumsi antioksidan melalui Miracle Doctor,
teknologi kesehatan yang menghasilkan air antioksidan yang mampu
menangkal radikal bebas.
Alat ini diklaim memiliki kesamaan
dengan buah-buahan dan sayur-sayuran yang bisa menghasilkan senyawa
antioksidan dan membantu menangkal radikal bebas penyebab timbulnya
berbagai penyakit serta mengubah air minum menjadi segar.
Asap Kendaraan & Rokok Penyebab Radikal Bebas
Dirjen
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Kementerian
Kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, radikal bebas sangat
sulit dihindari. Pasalnya, padatnya kendaraan dan perubahan iklim,
seseorang rentan terkena radikal bebas yang berujung pada penyakit akut.
"Asap
kendaraan bermotor, asap rokok, residu pestisida pada makanan dan
polutan lainnya merupakan penyebab radikal bebas. Makanya, diperlukan
pola hidup sehat, rajin konsumsi air putih dan olahraga yang tepat agar
metabolisme tubuh tetap sehat," ujar Tjandra.
Asma, kata dia,
merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik pada saluran napas
yang ditandai batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran
napas. Asma termasuk dalam kelompok penyakit saluran pernapasan
kronik yang disebabkan oleh radikal bebas akibat polusi udara dari
kendaraan.
Menurutnya, asma mempunyai tingkat fitalitas yang
rendah, namun jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam
masyarakat. Hasil survei menyebutkan, asma pada anak sekolah ada di
beberapa kota di Indonesia. Di antaranya Medan, Palembang, Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar. Kondisi itu
menunjukkan prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar
antara 3,7-6,4 persen.
Sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat
5,8 persen tahun 1995 dan 2001 di Jakarta Timur 8,6 persen.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasa (Riskesdas) 2007, prevalensi asma
nasional adalah 4,0 persen dari total penduduk.
Dia menjelaskan,
faktor pemicu serangan asma sangat beragam, seperti polusi, asap
rokok, tungau debu rumah, kucing, jamur, parfum, asap kendaraan
terutama diesel, jamur tepung sari dan lainnya. Juga alergi terhadap
makanan dan minuman tertentu, seperti coklat, es, kacang-kacangan,
makanan laut, zat pengawet, MSG, telur,dan obat-obatan tertentu
misalnya, gol aspirin, B-bloker serta alergi ketika ada perubahan
cuaca.
"Faktor ini dapat juga dari diri sendiri, misalnya, infeksi virus, emosi, stres dan aktivitas yang berlebihan," kata Tjandra.
Pemerhati
Kesehatan Reyadi M Zen mengatakan, asma dapat diminimalisir melalui
terapi healing wave dengan menggunakan metode gelombang panas dan
sinar. Terapi ini mampu menyerap sampai ke sum-sum tulang, serta dapat
membantu sirkulasi darah menjadi lancar. Panas ini bertujuan membuat
otot-otot penderita asma yang menegang berkontraksi.
"Terapi ini
telah diujicobakan pada sejumlah penderita asma dan hasilnya terjadi
perubahan atau perbaikan pada penyakitnya. Sejumlah tenaga kesehatan
atau rumah sakit yang memiliki pusat rehabilitasi medik juga telah
menggunakan alat ini, namun dengan nama yang berbeda dan bentuk yang
telah dimodifikasi," jelasnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA