Pelanggaran UU yang dilakukan oleh Bupati Garut Aceng HM Fikri tidak akan gugur meski bekas istrinya, yang ia nikahi secara siri selama empat hari, Fany Octora, sudah memaafkannya tadi malam.
"Itu kan hak keperdataan yang bersangkutan. Silakan saja. Tapi dari sisi norma dan aturan serta etika, potensi pelanggaran tetap ada itu," ujar Juru Bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenoek, kepada Rakyat Merdeka Online pagi ini (Kamis, 6/12).
Menurutnya, Bupati Aceng melanggar UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP 6/2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. "Kan ada sumpah dan janji jabatan, setia dan taat sepenuhnya dan siap melaksanakan peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Dalam pasal 27 e dan f UU Pemda, masing-masing disebutkan, kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundangundangan dan menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
"Sumpah dan janji jabatannya sudah melanggar. Dari sisi norma dan aturan, tetap pelanggaran. Termasuk pelanggaran UU Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan," ungkapnya.
Bupati Aceng, jelasnya, melanggar UU Perkawinan Pasal 2. Di pasal itu disebutkan, sahnya sebuah perkawinan harus dicatatkan. "Sekarang dia tidak mencatatkan perkawinannya. Kalau soal islah itu hak perdata berdua. Tapi sebagai pejabat publik tidak mencatatkan perkawainan, apa namanya itu," tandasnya. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA