Mau tampil cantik dan keren tidak harus memakai sepatu hak tinggi atau high heels. Sebab, high heels bisa memicu komplikasi kesehatan tulang, terutama pada bagian kaki.
Memakai sepatu hak tinggi pada wanita sebaiknya dihindari karena bisa mengganggu pertumbuhan tulang. Komplikasi akut ini ditandai dengan rasa nyeri, pegal, kejang otot, varises, cacat kaki, telapak kaki dan mata kaki nyeri, hingga osteoarkhritis (nyeri dan kaku pada persendian tulang).
Menurut Dokter spesialis ortopedi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) Gatot Ibrahim Wijayadi, high heels telah menjadi trendsetter di kalangan wanita. Bahkan, hampir 50 persen wanita memakai hak tinggi dan cenderung mengabaikan risikonya.
"Risiko sepatu hak tinggi bisa menyebabkan komplikasi tulang penyakit kronis (tahunan)," ungkap Gatot dalam seminar kesehatan bertajuk 'Sindrom High Heels, Penambah Tinggi Penampilan Yang Tidak Ergonomis' di Jakarta, Selasa (20/11).
Menurut Gatot, komplikasi tulang kaki akan ditandai dengan rasa nyeri, pegal, kejang otot, varises, cacat kaki, telapak kaki dan mata kaki nyeri, hingga osteoarthritis.
Osteoartritis adalah penyakit yang disebabkan karena cairan 'pelumas' di bagian persendian kaki terkikis, yang menyebabkan ujung tulang di persendian saling bergesekan satu sama lain. Gejala ini ditandai dengan rasa nyeri di bagian persendian pergelangan kaki.
"Komplikasi kronis seperti ini biasanya terasa setelah beberapa tahun kemudian. Bahkan rasa sakit itu muncul, meskipun sudah berhenti menggunakan sepatu hak tinggi," kata Gatot.
Dia menjelaskan, komplikasi tulang terjadi karena adanya perubahan titik berat pada tubuh saat memakai sepatu tinggi. Ketika wanita menggunakan sepatu tinggi, maka secara fisiologi kaki akan tertumpu pada ujung jari yang merosot ke ujung sepatu, dan bertumpu di ujung kaki.
Pada saat itu, metakarsal kaki akan menerima tekanan yang sangat besar, sehingga tubuh akan membentuk mekanisme keseimbangan, dengan posisi postur tubuh dada yang lebih condong ke depan dan tubuh yang lebih tegak.
"Hal tesebut akan menyebabkan manifestasi kelainan tulang lordosis (badan condong ke depan) dan low back pain akibat tubuh lelah dengan posisi terpaksa tegak,"terangnya.
Lain halnya dengan sepatu tidak hak tinggi, seperti sepatu datar (flat). Penggunaan sepatu jenis ini dinilai lebih aman dan nyaman. Sepatu datar lebih stabil dan natural untuk aktivitas. Pasalnya, dalam kondisi stabil, kerja otot untuk menjaga kestabilan tidak terlalu berat.
"Bandingkan dengan sepatu hak tinggi yang mengakibatkan stabilitas tubuh ikut terganggu. Kerja otot menjadi lebih keras untuk melakukan koreksi atau kompensasi. Akibatnya, pengguna sepatu hak tinggi akan merasa lebih capek," jelas Gatot.
Untuk itu, para wanita disarankan bisa menjaga kelenturan dan perkembangan pertumbuhan tulang secara baik, dengan menghindari pemakaian high heels yang tingginya tidak lebih dari 5- 7,5 sentimeter (cm) atau tidak memakainya lebih dari dua jam.
Dokter ahli ergonomic dari FKM UI Chandra Satrya melihat, penggunaan high heels tak hanya berisiko pada fisiologis kaki, namun menyalahi prinsip kerja secara alamiah pada tulang kaki.
"Ketika kaki dalam keadaan miring, sudah pasti salah posisi. Risiko keselamatan bisa timbul, seperti terpeleset, jatuh atau keseleo," ujar Chandra.
Menurut dosen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) FKM UI ini, penggunaan sepatu hak tinggi harus dihindari, karena risiko kesehatan pada tulang sangat besar. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA