Tercatat saat ini lebih dari 20 juta penduduk Indonesia mengalami buta aksara. Dari jumlah itu, diperkirakan 59 ribu di antaranya merupakan anak-anak para tenaga kerja Indonesia di Malaysia. Ribuan anak-anak ini telah terabaikan pendidikan mereka.
“Menyadari kondisi seperti itu Pertamina Foundation terpanggil untuk berbuat sesuatu. Kami ingin anak-anak TKI juga mempunyai hak atas pendidikan,” tegas Direktur Eksekutif Pertamina Foundation Nina Nurlina Pramono di Surabaya, ketika secara resmi mengirimkan 13 ribu buku pemberantasan buta huruf ke Sabah Malaysia, Minggu (25/11).
Pertamina Foundation menggandeng Ikatan Guru Indonesia (IGI) dalam teknis pelaksanaan pemberantasan buta huruf di Malaysia tersebut. Program pemberantasan buta huruf putra-putri TKI di Sabah Malaysia ini terdiri dari empat program. Pertama, Bantuan Buku Sekolah Elektronik (BSE) untuk SD dan Buku Pemberantasan Buta Huruf. Kedua, ToT "Effective and Basic Teaching" yakni meningkatkan kualitas guru-guru di Sabah Malaysia dengan training. Ketiga, pengiriman guru bantu dan Keempat, Bantuan alat bantu belajar dan sarana transportasi.
Nina menjelaskan, untuk tiga program pertama dilaksanakan hingga satu tahun ke depan, dengan nilai total biaya sekitar Rp 1 miliar. Untuk pengiriman 13.000 buku ini terdiri dari Buku Sekolah Elektronik dan Buku Pemberantasan Buta Huruf. “
IGI yang diwakili oleh Sekjen M. Ihsan menyambut baik program Pertamina Foundation ini dan siap untuk mengirimkan tenaga-tenaga pendidik terbaiknya. Senada dengan Nina, Ihsan juga miris melihat kondisi anak-anak TKI di Malaysia jauh dari akses pendidikan. Paling tidak, di Sabah saja saat ini ada sekitar 40.000 anak-anak TKI yang tidak terurus. Sedangkan ribuan lainnya tersebar di Sarawak hingga Semenanjung dengan total mencapai 59.000 anak buta huruf.
“Sebagian besar dari mereka adalah buruh dari perkebunan sawit,” tandasnya.
Muhammad Ihsan menegaskan, program Pertamina Foundation adalah bentuk nyata dukungan terhadap upaya pemberantasan buta huruf dari pemerintah yang belum maksimal. Sebab, selama ini anak-anak TKI memang dilarang Pemerintah Malaysia untuk bersekolah formal.
"Satu-satunya yang diijinkan di luar ladang sawit hanya Sekolah Indonesia Kota Kinabalu atau SIKK," ujar Ihsan.
Karenanya, Ihsan meyakini, terobosan yang dilakukan Pertamina Foundation akan membantu begitu banyak anak-anak TKI untuk dapat mengakses pendidikan. Setelah pengiriman buku, saat ini IGI juga tengah mempersiapakan materi untuk training bagi 60 guru di Malaysia. "Proses seleksi 25 guru yang akan dikirim ke Malaysia juga sedang berlangsung. Mereka akan mengajar di Malaysia selama periode satu tahun," jelas Ihsan. [rmol/hta]
KOMENTAR ANDA