post image
KOMENTAR
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) bersama sejumlah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat, keberatan terhadap alasan pengembalian berkas penyelidikan pro justisia peristiwa 1965/1966 dan pembunuhan misterius (Petrus) oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka menilai tindakan itu adalah sebuah pelepasan dari tanggungjawab penegakan hukum.

"Tindakan yang dikemukakan Kejagung patut dilihat sebagai sebuah modus pembekuan perkara pelanggaran HAM berat. Sementara, alasan legal formal hanyalah argumentasi yang kerap diulang-ulang diberbagai berkas," kata salah satu keluarga korban pelanggaran HAM, Bejo Untung dalam jumpa pers di gedung Kontras, jalan Borobudur nomer 14, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (15/11).

Dan modus ini, kata Bejo, sudah berlangsung sejak tahun 2002, saat pertama kali berkas penyelidikan Trisakti, Semanggi I dan semanggi II dilimpahkan ke Kejaksaan Agung.

Ketua YPKP' 65 ini menambahkan, modus ini juga menjadi justifikasi bagi kejaksaan untuk tidak melakukan penyidikan peristiwa Mei 1998, Penculikan Penghilangan Paksa, Wasior Wamena, Talangsari, dan peristiwa 1965/1966.

"Modus ini semakin kuat karena otoritas politik terkait seperti Presiden dan DPR juga ingkar (denial) terhadap persoalan ini, sementara itu korban tetap menanti di tengah ketidakpastian hukum," keluhnya.

Pembekuan menurut dia, sudah berlangsung selama sembilan tahun dengan alasan yang sama. Anehnya, Kejagung tidak pernah mencari solusi atau tidak pernah memintakan solusi pemecah kebuntuan hukum-hukum ini.

"Kami tidak pernah mendapatkan informasi apakah alasan-alasan tersebut dicarikan solusi hukum antara Komnas HAM dengan Kejagung? Apakah pernah dilaporkan ke Presiden dan DPR? Apakah Kemenkumham pernah dimintakan membuat rumusan tambahan aturan yang bisa menjembatani perbedaan tafsir prosedur hukum antara Kejagung dengan Komnas HAM?" keluhnya.

"Selain itu kami juga mempertanyakan kemana anggaran penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat di Kejagung yang selalu ada biaya APBN tahunan Kejagung, sementara hasilnya nol," pukas Bejo.

Seperti diketahui, ada tiga hal yang melatarbelakangi pengembalian berkas penyelidikan peristiwa 1965/1966 yang menjadi alasan bagi Kejagung, yaitu bahwa kasus-kasus yang terjadi sebelum tahun 2000 tidak memiliki landasan hukum dalam UU No 26 tahun 2000 adalah tidak benar, pembentukan pengadilan HAM ad hoc dibutuhkan terlebih dahulu untuk kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum diundangkannya UU No. 26 tahun 2000 dan hasil penyelidikan belum lengkap baik dari saksi maupun pelakunya. [rmol/hta]

PHBS Sejak Dini, USU Berdayakan Siswa Bustan Tsamrotul Qolbis

Sebelumnya

PEMBERDAYAAN PEREMPUAN NELAYAN (KPPI) DALAM MENGATASI STUNTING DAN MODIFIKASI MAKANAN POMPOM BAKSO IKAN DAUN KELOR DI KELURAHAN BAGAN DELI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Peristiwa